Aldon

Samosir

Aldon Samosir

Guru dari Kampoeng

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 17 Desember 2008

MenJelang Hari Ulang Tahun

Tanggal 24 Desember nanti, Saya berumur 37 Tahun. Benar kata orang “semakin tinggi pohon semakin kencang angin menerpanya”Semakin tambah usia, semakin banyak masalah dan tantangan yang harus dihadapai. .Ada saja orang yang dengki melihat saya.
Semakin lama, aku sadar bahwa ternyata hidup itu adalah masalah .Dari masalah itu kita bisa memanen berkah, menambah kedewasaan berpikir, belajar menahan emosi dan berupaya memcahkan masalah dengan arif dan bijaksana.
Saya sadar bahwa umur saya berkurang satu tahun lagi . Saya tinggal menghitung berapa dosa saya dan berapa kebaikan yang sudah saya perbuat hingga berumur 37 tahun.
Akhirnya umur saya berkurang satu tahun dari batas kehidupan yang saya sendiri tidak tahu kapan batas hidup saya ini akan sampai .Saya hanya memohon doa kepada Tuhan, agar saya bisa bermanfaat bagi semua .

Senin, 15 Desember 2008

RENUNGAN AKHIR TAHUN

ALDON SAMOSIR, S.Pd. Balige. Tanpa terasa, tahun 2008 hanya tinggal beberapa hari lagi. Banyak sudah peristiwa dan kejadian saling bergesek dan beradu, menemani keseharian kita, bagaikan mozaik kehidupan. Sudah banyak pula dalam setahun ini nilai-nilai kearifan dan kebajikan hidup menyusup melalui pori-pori kalbu kita.
Ada baiknya kita sejenak melakukan refleksi untuk menata hidup kita ke depan sambil menengok masa lalu. Rendra pernah bilang, kemarin adalah hari ini. Hari ini dan esok sama saja. Artinya, visi dan misi hidup kita ke depan perlu juga dikaitkan dengan masa lalu. Masa depan perlu kita rajut berdasarkan peristiwa hari ini.
Menjadi guru yang baik, datang tepat waktu, dan selalu wajib tabur pesona senyuman ketika membuka pintu ruang kelas. Hal ini penting bagi saya untuk mencairkan suasana tegang dan kaku yang menghinggapi wajah anak-anak. Saya juga terobsesi agar siswa didik saya bisa melebihi kehebatan gurunya. Juga berkeinginan untuk selalu menjalin interaksi dan komunikasi secara baik dengan teman-teman guru, baik yang satu sekolah, lain sekolah, lain kabupaten, atau lain provinsi, bahkan mungkin lain negara.
Tapi Apa mau di kata. Jika ada siswa dan teman saya membenarkan kesalahan dan menyalahkan kebenaran. Bukanlah hal yang mudah untuk memiliki kepekaan di dalam diri, yang akan menyensor bahwa perbuatan kita itu salah. Bahkan salah sekalipun, terkadang tiada daya untuk melepaskan diri dari cengkeramannya. Malahan yang muncul adalah sifat alamiah manusiawi untuk membela dirinya meskipun telah melakukan kesalahan.

Pembelaan akan kesalahan dengan alasan apa pun juga, itu sama dengan menjadikan yang salah itu benar. Setengah benar sama dengan salah. Didalam kebenaran, tidak ada kesalahan sama sekali. Kebenaran dan kesalahan, tidak memiliki kompromi jalan tengah.
Robin Hood atau Jaka Sembung merampok orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin. Ditagih hutang pertelepon, menyuruh anaknya menerima dan berkata bahwa ayahnya tidak di rumah. Kebiasaan melanggar lampu lalu lintas dengan alasan daripada terlambat. Daripada tidak lulus ujian, lebih baik menyontek. Dan masih banyak perilaku lainnya yang mengorbankan kebenaran hakiki dengan menegakkan kebenaran pribadi.
Bukanlah merupakan perilaku yang salah, jikalau semua orang ingin menegakkan kebenarannya masing-masing. Setiap kita memiliki kebebasan untuk bersikap dalam mempertahankan kehidupannya. Dengan keterbatasan yang dimiliki oleh manusia, selayaknya timbul kesadaran bahwa kebenaran yang dimilikinya juga tidak sempurna. Dan itu pun hanya bersifat fragmental, alias tidak lengkap.
Maka diperlukan suatu standar yang jelas antara bentuk dan sifat kebenaran. Memang ada beberapa kebenaran yang dimiliki secara alamiah oleh manusia. Itupun bisa bersifat universal. Kalau dibanggakan terus menerus, akan menjadi subyektif sekali. Padahal, itu cuma sepotong saja yang dimilikinya.

Senin, 24 November 2008

PENGUMUMAN SERTIFIKASI GURU KUOTA 2008 KABUPATEN TOBA SAMOSIR


klik disini

Kata Hati Yang Tersembunyi

Detik demi detik terus berlalu
Kata demi kata terungkap dari mulutku
Kata hati yang tak bisa dibohongi
Yang hampir hilang dari pikiranku

Suasana dingin dan basah menyelimutiku
Diikuti kenangan pahit yang terlupakan
Tapi hati ini tetap ingin mengatakan.
Sesuatu Yang dulu hampir hilang dari pikiranku

BELAJAR MENGHARGAI ORANG LAIN

"Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Demikian kata pepatah.
Tapi bagaimana kalau gajah dan harimaunya masih hidup?.
Kalau masih hidup pepatahnya dirubah, "Bertemu gajah lihat gadingnya, bertemu harimau lihat belangnya." begitu kira-kira.

Dalam hidup ini harus belajar menghargai orang lain. Dengan menghargai orang lain maka diri kita menjadi berharga. Lalu bagaimana memulainya?.

Cara memulainya sangatlah mudah. Carilah kelebihan-kelebihan setiap orang yang anda temui maka anda akan melihatnya sebagai orang yang berharga. Anda pun bisa menghargainya sebagai keluarga, tetangga atau teman. Anda bisa menghargainya sebagai sesama manusia atau sesama ciptaan Allah Yang Maha Kuasa.

Kalau sudah tidak ada lagi alasan bagi anda untuk menghargai seseorang, bisa jadi memang diri anda tidak berharga.

Sabtu, 22 November 2008

MANUSIA SERAKAH ?


Jika Anda berada di dalam goa besama ratusan orang di dalamnya. kemudian kamu di sodorkan satu wajan lilin yang berisi ratusan lilin. berapa banyak lilin yang kamu ambil dari wajan tersebut?
…… buah
saya yakin anda memiliki jawaban masing2.
ada yang mentidakmbil sepuAndah buah saja, adaa yang mentidakmbil 50 buah, bahkan ada yang mentidakmbil semua nya jika orang lain di sekeliling anda tidak menyadaarinya…….
apa ada yang berpikir untuk hanya mengambil cukup satu buah saja? (tadinya begitu tapi, setelah dipikir2 sepertinya kurang)
ilustrrasi d atas bisa mengukur seberapa besar sifat serakah anda.
apa yang terjadai jika hanya beberapa orang saja yang mendapatkan lilin, karena mereka mentidakmbil nya banyak2. tentu teman satu goa banyak yang tidak dapat merasakan indahnya cahaya lilin tersebut.
Lilin tersebut ibarat harta yang ada di dunia banyak orang begitu begitu berambisi mengejar harta yang diberikan didunia. untuk bekal apa sih?
1. Supaya bisa menikmati hari tua (mending kalau sempet merasakan tua, kalau keburu mati gmana…)
2. supaya bisa menjadai pusat perhatian orang lain (yah paling dibicarakan, Anda kaya tapi pelit. bukannya di puji malah dimaki)
3. Supaya mendapatkan jabatan penting di pemerintahaan (yah ini lagi, semakin tinggi jambatan malah tutidaksnya makin banyak. malah susah tidur)
4. supaya anak isrti saya bisa bahagia (nah ini rada bijaksana . anak Anda bahagia punya orang tua kaya, saking kayanya anak tidak punya bakat berusaha.
5. Supaya bisa membantu orang lain. (wedeh, ni dia yang di cari2. tapi Anda pikir lagi deh. masa cuma buat ngebantu orang Anda harus kaya duAnda, langsung aj kalau pnya duit di kasih ke orang yang butuh)
6. Supaya …..
7. supaya ….
Kalau di dunia Anda cuma harta doang tidak ada habisnya… coba lebih bijak lagi dalam menentukan tujuan hidup Anda…
apa yang terjadi jika tidak ada satu pun orang yang serakah??????
wah kalau menurut saya sih kiamat aja. Saya yakin kalau kembali ke cerita goa yang tadi, goa bakalan terang benderang…

Selasa, 21 Oktober 2008

MASTER TEACHER DAN LAPTOP

Selasa, 14 Oktober 2008

SERTIFIKASI GURU

SECARIK HARAPAN BERNAMA SERTIFIKAT PENDIDIK

Aldon Samosir, S.Pd. Tahun ini, terdaftar sebagai peserta sertifikasi guru dari Kabupaten Toba Samosir. Mungkin aku bakal menjadi guru professional meski hanya di atas kertas. Kulihat sebagian rekan-rekanku yang sudah menerima sertifikat pendidik profesional ternyata belum juga menyesuaikan sertifikat yang diperoleh dengan kinerjanya.
O, baru aku ingat sekarang, mereka masih hanya memiliki sertifikat, rekening mereka yang mungkin sudah bertahun mengendap di bank saja mungkin akan ditutup karena kehabisan isi dipotong pembabat rumput milik bank.
Memang, secarik kertas yang diterima merupakan pengakuan sebagai GURU PROFESIONAL. Pertanyaan, " Seriuskah pemerintah memperhatikan kesejahteraan guru". Rekeningku yang kupersiapkan untuk menampung tunjangan profesiku pun sudah hampir habis terpotong biaya administrasi yang kejam itu.
Meski begitu, rasa khawatirku tentang hasil portofolio yang kukirim ke UNIMED selalu terbawa dalam mimpi. Jangan-jangan ada instrumen dan bukti yang salah. Wah, bagi bom waktu saja. Jangan-jangan aku tidak lulus.
Ingat Portofolio, aku jadi ingat apa yang telah ku lakukan menyusun bundel-bundel itu. Aku telah menghabiskan banyak energi mengurusi dokumen yang telah kuperoleh sejak 10 tahun lalu. Tapi sudahlah itu semua sudah berlalu, rasa lelah sudah tertinggal, jauh meninggalkan masa laluluku yang selalu suram.
Apapun ceritanya aku telah memilih menjadi guru. Sertifikat itu bukanlah bekalku mengabdi.Guru professional tidak semata-mata menunggu rekeningnya dijatuhi durian runtuh, melainkan karya nyata sebagai seorang GURU PROFESIONAL yang pantas mendapat penghargaan yang setimpal dari pemerintah, Meski tanpa sertifikat Guru Profesional.

SEMOGA BERUNTUNG

MENINGKATKAN KUALITAS GURU BAHASA INDONESIA DENGAN MENGEMBANGKAN KECERDASAN GANDA

Berbagai sinyalemen, dugaan, dan fakta menyatakan
bahwa mutu pendidikan dan pembelajaran di Indonesia rendah, bahkan
sangat rendah. Hasil survai Political and Economic Rick Consultancy
(PERC) yang berpusat di Hongkong menunjukkan bahwa di antara 12 negara
yang disurvai, sistem dan mutu pendidikan Indonesia menempati urutan 12
di bawah Vietnam (Tim BBE, 2001)
Salah satu indikasi dapat dilihat dari nilai rata-rata UAN selama
sepuluh tahun terakhir juga menunjukkan bahwa prestasi belajar
siswa-siswa Indonesia tergolong rendah.
Kondisi objektif di lapangan memang menunjukkan
tanda-tanda masih kurang atau rendahnya profesional, antara lain:
(1) Masih banyak guru bahasa Indonesia yang bertugas di SD/MI maupun di
SMP/MTs dan SMA/MA yang tidak berlatar pendidikan sesuai dengan
ketentuan dan bidang studi yang dibinanya. 2) Masih banyak guru yang memiliki kompetensi keilmuan dan profesionalitas rendah

dan memprihatinkan;
(3) Masih banyak guru yang kurang terpacu dan termotivasi untuk
memberdayakan diri, mengembangkan profesionalitas diri dan
memuthakirkan pengetahuan mereka secara terus menerus- menerus dan
berkelanjutan meskipun cukup banyak guru Indonesia yang sangat rajin
mengikuti program pendidikan.
(4) Masih banyak guru yang kurang terpacu, terdorong dan tergerak
secara pribadi untuk mengembangkan profesi mereka sebagai guru.
Para guru umumnya masih kurang mampu menulis karya ilmiah bidang
pembelajaran, menemukan teknologi sederhana dan tepat guna bidang,
membuat alat peraga pembelajaran, dan atau menciptakan karya seni.
(5) Hanya sedikit guru Indonesia yang secara sungguh-sungguh, penuh
kesadaran diri dan kontinu menjalin kesejawatan dan mengikuti
pertemuan–pertemuan untuk mengembangkan profesi . Kelima hal di atas
setidak-tidaknya merupakan bukti pendukung bahwa mutu profesionalitas
guru di Indonesia masih rendah.
Kecerdasan Ganda (Multiple Intelligences) Salah satu
usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas guru bahasa
Indonesia adalah dengan cara mengembangkan kecerdasan ganda yang telah
dicetuskan Howard Gardner.
Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan memecahkan
persoalan dan menghasilkan produk baru dalam suatu latar yang
bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata (1983;1993).
Suatu kemampuan dapat disebut intelegensi bila menunjukkan suatu
kemahiran dan keterampilan seseorang untuk memecahkan persoalan dan
kesulitan yang ditemukan dalam hidupnya.
Salah satu tanda tingkah laku intelegensi manusia
adalah kemampuan untuk menggunakan simbol dalam hidup Misalnya
intelegensi linguistik dengan bahasa fonetik, intelegensi
matematis-logis dengan bahasa komputer, intelegensi visual dengan
bahasa ideografik, intelegensi kinestik-badani dengan bahasa tanda,
intelegensi musikal dengan sistem notasi musik, intelegensi
interpersonal dengan bahasa wajah dan isyarat, dan intelegensi
intrapersonal dengan simbol diri.
Hal itu sesuai dengan UU Guru dan Dosen Bab IV Pasal 8
yang menyatakan bahwa “Guru wajib memiliki kualifikasi akadmik,
kompetensi, sertifikat pendidikan, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”.
Parameter profesi bagi seorang guru yang sesuai dengan
Undang-Undang Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 adalah guru wajib
memiliki loyalitas dan dedikasi, kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, tanggung jawab, sehat jasmani dan rohani, serta
memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Untuk dapat menjadi pendidik yang profesional dan mewujudkan tujuan
pendidikan nasional, guru perlu mengembangkan kecerdasan ganda sebagai
bekal untuk mengabdikan diri dalam dunia pendidikan
Secara ideal guru bahasa Indonesia adalah orang yang memiliki
kecerdasan linguistik, yaitu kecerdasan yang berkaitan dengan kemampuan
berbahasa baik secara lisan maupun secara tulis.
Seorang guru disarankan harus dapat mengetahui semua
latar belakang kecerdasan yang dimiliki anak didik, mengembangkan model
mengajar dengan berbagai kecerdasan (bukan hanya dengan kecerdasan yang
menonjol pada diri guru), dalam mengevaluasi kemajuan siswa, guru perlu
menggunakan berbagai model yang cocok dengan kecerdasan ganda.
Agar dapat melaksanakan tugas-tugas di atas dengan baik dan
profesional, guru bahasa Indonesia dapat melakukan pengembangan
kecerdasan ganda, misalnya dengan melakukan aktivitas yang mencirikan
berbagai jenis kecerdasan yang dimiliki oleh setiap orang.
Aktivitas tersebut dapat memungkinkan setiap kecerdasan yang dimiliki
guru dapat berkembang sehingga dalam pembelajaran semakin menarik dan
penuh daya pesona bagi anak didik.
Penguasaan berbagai metode pembelajaran dapat
menempatkan guru bahasa Indonsia berfungsi sebagai pendidik, pengajar,
pembimbing, pelatih, penasihat, pemba- haru, model dan teladan,
pribadi, peneliti, pendorong kreativitas, pembangkit pandangan, pekerja
rutin, pembawa cerita, pemindah kemah, aktor, emansipator, evaluator,
pengawet, dan kulminator sehingga anak didik dapat berhasil secara
optimal (Mulyasa, 2005). Guru bahasa Indonesia
yang ideal itulah, yang dapat menjalankan tugasnya membawa pan-dangan
dan pikiran baru yang lebih komprehensif, akomodatif dan humanistis
serta menyegarkan sekaligus menantang dalam pembelajaran bahasa
Indonesia.

Apresiasi Sastra

APRESIASI sastra hakikatnya sikap menghargai sastra secara proporsional (pada tempatnya). Menghargai sastra artinya memberikan harga pada sastra sehingga sastra memiliki ”kapling” dalam hati kita, dalam batin kita. Dengan menyediakan ”kapling” dalam hati untuk sastra, kita secara spontan menyediakan waktu dan perhatian untuk membaca karya sastra. Lama kelamaan dari ”kapling” itu dapat bertumbuhan buah cipta sastra itu dalam berbagai bentuk dan wujudnya sebagai sikap apresiatif terhadap sastra.

Pada tataran pertama, wujud sikap apresiatif adalah gandrung dengan kata-kata ”nan indah” dalam arti yang luas. Kita menjadi peka akan nilai-nilai yang terkandung dalam teks sastra itu (yang memang bermutu; kalau teks sastra itu tidak bermutu, jelas tidak dapat dihargai). Kita seolah-olah mampu memberikan harga kepada teks sastra itu dalam arti kita memperoleh sesuatu yang berharga darinya. Setelah membaca teks sastra dengan penuh perhatian, kita dapat membayangkan kehidupan di luar kita yang sebelumnya tak terbayangkan. Kita cermati teks sajak sederhana berikut ini.


PEMANDANGAN DI DAPUR

Di dapur
Ikan-ikan tergeletak
Terpotong-potong
Daging sapi atau ayam
Tergelatak
Dan terpotong-potong

Dan di meja
Pisau tajam
Darah beku dari ikan
Dan daging yang terpotong-potong

Alangkah buas manusia

Kemudian periuk mendidih
Api mengepulkan asap
Kuali panas berkobar-kobar
Dan minyak goreng berbunyi

Kita masukkan telor
Berisi calon anak bebek dan ayam
Kita goreng jadi makanan

Anak-anak, bayangkan
Berapa ribu nyawa
Sebelum kita makan
Berapa ribu nyawa hewan
Kita cabut dari badannya
Tiap kali kita makan

Anak-anak, bayangkan
Kalau tiap hari kita bunuh mahluk Tuhan
Masihkan kita harus berperang
Bunuh-membunuh sesama kita?
Anak-anak, bayangkan!

(Abdul Hadi W.M.1983. Mereka Menunggu Ibunya. Jakarta: Balai Pustaka)


Teks sajak di atas mengingatkan kita akan perilaku ”kejam” kita terhadap binatang walaupun hal itu sebagai mengikuti sunatullah. Pikiran yang terungkap dalam sajak itu adalah pikiran yang semata-mata disemangati oleh kehendak mencintai sesama makhluk hidup. Cinta sesama manusia saja kini semakin berkurang, apalagi sesama mahluk hidup. Kenyataan hidup sehari-hari yang disajikan oleh televisi melalui tayangan Brutal, Tikam, misalnya, menunjukkan semakin menipisnya rasa cinta sesama manusia itu.

Kita disebut memiliki daya apresiasi dalam tataran yang lebih tinggi kalau kita menemukan ”harga” pikiran sang penyair dan menempatkan sajak itu pada kedudukan sebagai pengontrol dan pengendali laku batin kita sebagai manusia. Dengan begitu, teks sastra itu menjadi berharga bagi pengayaan batin kita dalam menghadapi kehidupan. Tentulah, sajak itu buah penghayatan penyair atas sebuah kenyataan dan buah penghayatan itu menyadarkan kita akan semakin berkurangnya perasaan cinta sesama dalam kehidupan batin kita sebagai manusia. Dapat dikatakan bahwa apresiasi itu dapat menumbuhkan penghargaan terhadap sesuatu yang bersahaja yang seperti sia-sia tetapi sarat makna. Dalam kata-kata Goenawan, kita baca potongan sajak tentang poci yang sayang judulnya terlupa, yang isinya mengungkapkan ihwal kebermaknaan sesuatu yang sederhana, keramik tanpa makna, dalam sebuah pertanyaan yang sedikit menggugat,” apa yang berharga dari tanah liat ini, selain ilusi, sesuatu yang kelak retak, dan kita membikinnya abadi”. Prof. Teeuw menyebutnya sebagai upaya memberikan harga kepada sesuatu yang sia-sia.

2
Apresiasi sastra mengakrabkan kita dengan kehidupan. Mengakrabkan kita dengan kehidupan berarti mendekatkan kita dengan berbagai realitas (kenyataan) yang terjadi dalam kehidupan. Akrab dengan realitas kehidupan itu sudah dengan sendirinya, sebab kita ada dalam kenyataan kehidupan itu. Yang sudah dengan sendirinya itu seringkali tidak disadari. Pernahkah kita membayangkan kehidupan ikan sebelum ikan itu dikalengkan sebagai makanan yang siap saji? Di sinilah persoalannya. Kita ada bersama realitas kehidupan itu, tetapi kita seringkali alpa menyadarinya. Kita cermati sajak berikut ini.

IKAN DALAM KALENG

Kita pergi ke toko
Kita beli ikan kaleng
Kita buka
Kita lihat isinya

Setumpuk ikan
Dengan saus tomat
Tak berdaya
Tak bisa lagi berenang
Atau mengejar cahaya

Tak bisa lagi bermain
Dengan gembira
Air dan kolam telah jauh
Nyawanya dicabut dari tubuh

Tapi kita berkata:
Ah, ini santapan gurih
Dan enak luar biasa

Tak dapatkah
Kita berpikir
Barang sejenak:
Rasa gurih dan enak
Yang kita peroleh
Adalah karena membunuh
Binatang kecil
Tak berdaya

Anak-anak
Tak dapatkah
Kita berpikir
Barang sejenak?

Mungkin ada di antara kita yang berpikir dan bertanya-tanya tentang posisi manusia sebagai makhluk tertinggi yang baginya disediakan oleh Tuhan alam binatang dan tumbuhan sebagai bahan makanan. Pikiran seperti itu bukan tidak ada benarnya bahkan memang begitulah seharusnya. Yang diingatkan oleh sajak itu adalah ihwal kerakusan manusia, sikap melampaui batas itu yang kita kenal sebagai keserakahan. Eksploitasi alam tanpa perencanaan yang matang adalah salah satu sikap yang melampaui batas itu yang antara lain, mengganggu keseimbangan ekologis. Dalam konteks itulah benarnya pernyataan bahwa manusia itu seringkali berbuat berlebihan yang dapat menimbulkan kerusakan di bumi dan langit sebagaimana diingatkan dalam Alquran.

Sastra itu hakikatnya penghayatan terhadap kehidupan. Sebagai hasil penghayatan sang pengarang terhadap kehidupan, dengan sendirinya pembacaan atas teks sastra itu dapat mendekatkan kita kepada kehidupan itu, mengenalkan kita lebih nyata dan dekat akan ihwal kehidupan tersebut. Ada sebuah cerita pendek yang tampaknya ”mendekatkan” kita kepada salah satu wujud kehidupan di sebuah perkampungan kumuh di ibu kota. Cerpen itu ditulis oleh seorang penyair tersohor, Sutardji Calzoum Bachri, dengan judul Ayam. Kenyataan hidup yang ditampilkan dalam cerpen itu adalah kemiskinan orang-orang pinggir kali yang bertetangga dengan orang-orang berada dari kelas sosial yang lebih tinggi di pemukinan orang setengah kaya. Ceritanya berkisar pada ikhtiar seorang lelaki yang setengah kaya akan membuang ayamnya yang mati. Begitulah, ketika si lelaki itu melemparkan bangkai ayamnya ke kali tiba-tiba saja seorang perempuan kurus kering terjun ke kali dan berhasil mendapatkan bangkai ayam itu. Si lelaki terpana dan berusaha mengejar perempuan yang sudah membawa bangkai ayam itu. Terjadi rebutan bangkai ayam antara si perempuan dan si lelaki. Lalu, si lelaki mengeluarkan uang seribuan untuk pengganti bangkai ayam miliknya itu. Si lelaki akhirnya membawa bangkai ayamnya itu dan tidak jadi membuangnya di kali karena membuang bangkai ayam ke kali berarti sama dengan menghadiahkan bangkai ayam itu kepada si papa. Lelaki setengah kaya itu menyimpan ayam mati itu di tempat sampah yang kosong di kantornya. Keesokan harinya, si lelaki itu mendengarkan percakapan pegawai rendahan kantor itu sesama temannya tentang ayam mati yang disimpan lelaki separuh baya itu di tempat sampah kosong dengan menyatakan anggapan bahwa si lelaki itu malu-malu untuk memberikan bangkai ayam itu kepada mereka. Rupanya bangkai ayam itu dimasak dan dibagikan. Si lelaki itu terkejut kalau bangkai ayam yang dibuangnya telah dimasak dan dimanfaatkan oleh pegawai rendahan kantor, bahkan dinyatakannya sebagai masakan yang amat lezat.

Kenyataan hidup yang didekatkan kepada kita melalui cerpen itu adalah kemiskinan yang amat menyesakkan hati. Dalam konteks cerpen ini, dikemukakan bagaimana manusia tidak dapat berpikir panjang akan ihwal bangkai ayam yang menjijikan bagi orang setengah kaya dan melezatkan bagi orang miskin. Melalui cerpen itu, kita disadarkan bahwa yang sudah tidak berarti bagi kita masih berarti bagi yang lain, yang lebih miskin. Kita ingat bagaimana pakaian bekas yang ”diimpor” dari negeri kaya ke negeri kita yang rakyatnya miskin menjadi barang dagangan. Pakaian bekas yang dibuang itu diberi harga. ”Bangkai pakaian” itu menjadi rebutan di Jakarta dan kota besar lainnya untuk diperjualbelikan. Tragis.


3
Mengapa apresiasi sastra itu penting? Kenyataan berikut menunjukkan hal itu. Pengajaran bahasa di SD pun kini ”didampingi” dengan apresiasi sastra. Penyusun kurikulum pembelajaran bahasa sudah mencantumkan secara eksplisit apresiasi sastra itu. Kita menghadapi kesulitan bagaimana apresiasi sastra itu diajarkan kalau yang harus melaksanakannya belum memiliki sikap apresiatif terhadap sastra.
Di awal karangan ini sudah ditegaskan ihwal apresiasi sastra itu sebagai sikap menghargai sastra. Menghargai sastra berarti memberikan harga kepada sastra. Dengan memberikan harga kepada sastra itu, kita berusaha menjadikan sastra itu bermakna bagi kehidupan. Hal ini berarti bahwa kita yakin dan percaya bahwa sastra itu berguna. Tanpa kepercayaan dan keyakinan itu tidak mungkin terwujud sikap apresiatif terhadap sastra.

Bagaimana apresiasi sastra itu diwujudkan secara konkret? Yang pertama dan utama adalah kita membaca teks sastra itu. Kalau sastra itu sastra lisan, kita mendongengkannya kembali. Peribahasa, misalnya, adalah salah satu wujud sederhana dan ringkas yang tergolong sastra. Kita mulai saja dengan mengingatkan anak-anak akan peribahasa itu. Berikut ini beberapa contoh.

1. Berdiang di abu dingin.
2. Kecil-kecil anak, sudah besar menjadi onak.
3. Angguk bukan, geleng ya.
4. Memikul di bahu, menjunjung di kepala.
5. Bangau, bangau, minta aku leher; badak, badak minta aku daging.
6. Kalah limau oleh benalu.
7. Besar bungkus tak berisi.
8. Besar kapal besar gelombang.
9. Padi ditanam tumbuh ilalang.
10. Di tempat tak ada lang, kata belalang akulah lang.

Dengan mengenalkan peribahasa, kita memulai langkah awal apresiasi sastra. Makna yang terkandung dalam peribahasa amatlah dalam. Nenek moyang kita telah menemukan makna itu dengan susah payah dengan ”membaca” alam. Alam yang ”dibaca” itu antara lain, abu, onak, bangau, badak, limau, benalu, gelombang, padi, ilalang, lang, dan belalang. Bagaimana alam dipertemukan secara kreatif oleh nenek moyang kita untuk mengajari kita, itulah peribahasa. Selain alam, nenek moyang kita juga membaca perilaku manusia (angguk, geleng, mikul, menjunjung) dan hasil budaya manusia ( kapal, bungkus). Kini tinggal kita memanfaatkan temuan nenek moyang kita itu untuk diturunkan kepada anak-anak kita. Bukankah sekarang jarang orang menggunakannya? Mengapa kita tidak memanfaatkannya?

Di mana kita dapat menemukan peribahasa itu? Ada beberapa buku yang sudah ditulis secara khusus untuk pelajaran di sekolah, seperti buku Aman, Badudu, dan beberapa buku peribahasa yang dituliskan oleh yang lebih muda. Sekurang-kurangnya kita dapat memanfaatkan KBBI atau kamus susunan Purwodarminto. Namun, terus terang kita sangsi mudahkah buku yang disebut terakhir diperoleh di tempat yang jauh dari kota?
Apresiasi sastra juga dapat menawarkan tradisi lama kita, yakni pantun. Pantun itu ada di mana-mana di pelosok tanah air kita dengan nama yang berbeda. Tradisi pantun itu merupakan kekayaan budaya kita yang sampai hari ini polanya pun masih dimanfaatkan oleh penyair muda. Kita mengenalnya sebagai pantun modern. Apa dan bagaimana pantun kita sudah mafhum semua. Kita simak yang berikut ini.


Berakit-rakit ke hulu,
Berenang-renang ke tepian.
Bersakit-sakit dahulu,
Bersenang-senang kemudian

Pantun yang amat terkenal ini merupakan hasil nenek moyang kita ”membaca” alam dan menemukan ajaran yang terkandung di dalamnya yang berupa kearifan hidup. Mungkin kita menemukan ungkapan lain yang sama kandungan isinya, yakni ”sengsara membawa nikmat” Kita ingat bahwa ungkapan itu merupakan judul novel sebelum kemerdekaan yang pernah diangkat ke layar kaca beberapa tahun silam.

Di atas kita singgung pantun modern. Yang dimaksud adalah puisi modern yang menggunakan pola pantun dalam penataan (pengaturan) rima atau persamaan bunyi akhir yang biasa melekati pantun. Kita dapat menyebut Amir Hamzah, Chairil Anwar, Sitor Situmorang, Hartoyo Andangdjaya, dan Goenawan Mohamad, antara lain, telah menggunakan pola pantun dalam beberapa puisinya tanpa menghadirkan larik sampirannya. Kita perhatikan sajak Chairil berikut ini.

NISAN
Kepada Nenekanda

Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridlaanmu menerima segala tiba
Tak kutahu setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta

Jelas sekali pola rima a-b-a-b terwujud dalam teks sajak Chairil itu. Sekali lagi isinya tidak ada karena “menyatu” dalam larik-larik sajak dan adat puisi modern cenderung tidak mengajari secara langsung pembacanya. Tidak mengajari bukan berarti tidak mengandung ajaran, amanat yang mendukung kebermaknaan sajak itu. Pembaca modern yang canggihlah yang dapat mengungkapkan ihwal ”ajaran” tersebut, ihwal isi sajak modern itu.

Pola pantun yang diikuti oleh Sitor Situmorang tampak lebih tegas lagi berupa pola rima a-a-a-a. Di antara kekaburan ingatan berikut ini sebagian kita kutip.


LAGU GADIS ITALI
Kepada silvana macari

Kerling danau di pagi hari
Lonceng gereja bukit Itali
Bila musimmu tiba nanti
Jemput abang di Teluk Napoli

Batu tandus di bawah nyiur
Bayang-bayang di kebun anggur
Abang lenyap hatiku hancur
Mengejar bayang di salju gugur

Demikian juga sajak Goenawan Mohamad tergores dalam ingatan yang sudah mengabur berikut ini yang berpola rima a-b-a-b.

Z

Di bawah bulan Marly
Dan pohon musim panas
Ada seribu kereta api
Menjemputmu pada batas

Mengapa mustahil mimpi
Matahari panas
Seketika berakhir berahi
Begitu bergegas

Lalu jatuh daun murbei
Dan air mata panas
Lalu jatuh daun murbei
Dan engkau lepas

Pantun modern hakikatnya puisi modern dan bukan pantun. Disebut pantun modern karena ada upaya penyair untuk sepenuhnya mengikuti pola bunyi yang dikenal dalam pantun, sedangkan bagian isinya tidak ada. Isinya diserahkan kepada pembaca.

Kita masih dapat memanfaatkan tinggalan nenek moyang yang berupa teks sastra lisan. Dongeng-dongeng rakyat, legenda dan mite, misalnya, dapat dimanfaatkan untuk pengajaran apresiasi sastra pada tataran awal itu. Legenda tentang Malin Kundang, misalnya, dapat didongengkan kepada anak-anak kita manakala tayangan tentang dongeng tersebut sudah mereka lihat di televisi. Tentulah ada yang masih tersembunyi di balik legenda itu sebagai makna yang lebih jauh.

Begitulah apresiasi sastra itu penting. Dengan apresiasi sastra, kita melatih anak-anak menguasai kata dan makna kata, lebih jauh lagi makna karya sastra. Kemampuan menguasai makna sastra itu adalah hasil sebuah proses panjang yang tidak diperoleh dalam waktu sekejap. Hal itu didapatkan melalui kegiatan membaca dan membaca lagi bahkan sampai rambut pun ubanan. Makna sastra itu tidak datang serentak tetapi berangsur-angsur, bertahap-tahap. Dengan bertambah pengalaman hidup kita, bertambah pulalah makna yang dapat kita ungkapkan dari sebuah teks sastra yang bermutu. Dengan bertambahnya ilmu, bertambah pula makna yang dapat kita rumuskan.

Mungkin timbul pertanyaan di antara kita di mana batas makna sastra itu? Di mana batas akhir untuk tidak lagi ”mengigau” dan ”berceloteh” tentang kandungan makna sebuah puisi?

Hal itu amat bergantung pada nilai karya sastra itu sendiri. Semakin tinggi nilai sebuah karya sastra semakin kaya kandungan makna yang dimilikinya. Selain itu, semakin kaya pengalaman dan pengetahuan pembaca semakin besar pula peluangnya untuk memperoleh kandungan makna karya yang bermutu tinggi itu. Yang jelas pemaknaan atas sebuah teks sastra bergantung pada kata dalam teks sastra itu dan pada pembacanya juga. Jadi, batas akhir itu nisbi, tidak mutlak. Sajak Nisan Chairil Anwar, misalnya, yang kita kutip di atas masih dapat bongkar lagi untuk kita maknai. Demikian juga sajak-sajak Chairil Anwar yang lain seperti Aku dan Senja di Pelabuhan Kecil. Hal yang sama berlaku uga untuk sajak penyair lain yang bermutu karya Amir Hamzah hingga karya penyair yang datang kemudian.

4

Kita akhiri perincangan ini dengan sebuah tamasya batin untuk kita, bukan untuk anak-anak SD. Kita baca sajak Joko Pinurbo yang lucu dan menawan, tetapi sedikit menimbulkan kerutan di dahi berikut ini.

MEDITASI

Celana tak kuat lagi menampung pantat
Yang goyang terus memburu engkau.

Pantat tak tahan lagi menampung goyang
Yang kencang terus menjangkau engkau.

Goyang tak sanggup lagi menampung sakit
Yang kejang terus mencengkram engkau.

Telanjang tak mampu lagi melepas,
Menghalau Engkau

(2000)

Bermutukah sajak ini? Pertanyaan itu mungkin menghadang kita dalam ”tamasya batin” ini. Bagi kita, khususnya saya, sajak Joko Pinurbo itu lucu dan menggugat tentang ihwal perburuan mencari kenikmatan badai yang berakhir dengan yang suprabadani, yang ilahiah. Kita cermati penulisan engkau dengan ”e” bukan yang berakir dengan penulius Engkau dengan ”e” kapital. Dengan mengamati cara penulisan sepetri itu, kita dapat mengira-ngira bahwa sajak tersebut berbicara tentang celana, goyang, pantat, dan telanjang. Celana tak kuat ”menampung” goyang, pantat tak tahan ”menampung” goyang, goyang tak sanggup ”menampung” sakit, yang semua itu ditujukan untuk engkau kecil. Dan, di akhir sajak kita baca ihwal telanjang tak bisa juga ”melepas, menghalau Engkau besar. Silakan Anda meneruskan celoteh ini igauan ini untuk ”merebut” makna sajak tersebut dalam batas-batas kemampuan masing-masing.

Kita lanjutkan tamasya batin itu dengan membaca sajak-sajak yang mengunkapkan ihwal ”mandi” dari penyair yang sama sebagai berikut. Saya yakin, kita akan menemukan sesuatu yang bermakna untuk mengarifi hidup keseharian kita.

DOA SEBELUM MANDI

Tuhan, saya takut mandi.
Saya takut dilucuti.
Saya takut pada tubuh saya sendiri.

Kalau saya buka tubuh saya nanti,
Mayat yang saya sembunyikan
Akan bangun dan berkeliaran.

Saya ini orang miskin yang celaka.
Hidup saya sehari-hari sudah telanjang.
Kerja saya mencari pekerjaan.
Tubuh saya sering dipinjam orang
Untuk menculik dan membinasakan korban.
Mereka bisa dengan mudah dihilangkan
Tapi di tubuh saya mereka tak dapat dilenyapkan.

Tuhan, mandikanlah saya
Agar saudara kembar saya
Bisa damai dan tenang di tubuh pembunuhnya.

(2000)

Begitulah tamasya batin dalam dan dengan puisi tentang hakikat mandi. Mandi dalam konteks sajak ini memiliki makna yang dalam, bukan sekedar mandi. Kita bisa saja mengaitkannya dengan, katakanlah. Tradisi dipermandikan dalam iman Kristiani yang boleh jadi melatarbelakangi sajak penyair Katolik ini. Kita tidak terlalu cerdas untuk memasuki lebih jauh wilayah yang tak kita kenal secara gamblang. Namun, pertanaan dalam dialog mengingatkan kita akan hubungan karib antara aku dan engkau. Tamasya batin tidak perlu pemandu yang dengan gamblang bercerita tentang yang ditemukan dalam perjalanan tamasya itu. Kita dapat memberikan makna sesuai dengan kekayaan batin yang kita miliki.

Pada akhirnya di tangan kita sebuah puisi atau karya sastra pada umumnya bermakna atau tidak. Kita teruskan membaca dan membaca lagi, meskipun kerut di dahi semakin bertambah dan di kepala uban kebingungan bermunculan secara perlahan. (*)

Cara Men-download Berita Televisi

Cara Mendownloadnya :

1. kita pilih video yang ingin ditonton dengan mengklik salah satu link di kolom “news programme” dan “documentary”, contoh : pilih “Metro Siang” di “News Programme.”

2. lalu setelah muncul thumbnail videonya pilih salah satu yang akan diputar dengan menekan button “watch”

3. Seteleh itu video akan ditampilkan di windows baru. Nah, dari situ banyak tombol fungsi, diantaranya : play, stop, dan link ke program Real Player. Kita klik tombol berlogo “Real Player” yang posisinya ada di paling kanan.

4. lalu pilih “Play in Real Player”

5. Setelah itu video akan dimainkan di Real Player. Lalu pilih File > Clip Properties > View Clip Info. Atau ada cara paling gampang dengan menekan Ctrl+I

6. Nah, nanti akan muncul alamat video tersebut. “Copy” alamat (Link) tersebut, Lalu buka browser anda (Mozzila, IE, dll) nah… pada address bar tinggal “Salin (paste)” link tadi dan tekan enter
7. Nanti akan muncul dialog box untuk men-save file tadi… tinggal tekan tombol “save” dan download

Hasil dari download ini adalah file berekstensi *.RM. Anda bisa menyetelnya di Real Player. Bila ingin mengkonversinya ke MPG/AVI tinggal gunakan program “Total Video Converter” atau converter yang mensupport file ini.

Selamat mencoba…..

Cara Membuat Blog

Langkah 1: Daftar Google
Daftarkan Diri Anda di Google
Lho koq? Koq di Google? Katanya mau ngajarin bikin blog di blogger.com, koq malah di Google? Tidak salah, karena untuk masuk ke blogger, Anda harus memiliki login google.com.

Silahkan kunjungi http://www.blogger.com. Anda akan mendapatkan halaman seperti pada gambar dibawah.

Jika Anda sudah memiliki login di Google, Anda tinggal login, maka Anda akan masuk ke Control Panel atau Panel Kontrol.

Oh ya, Anda bisa memilih bahasa, apakah Bahasa Indonesia atau bahasa Inggris.

Untuk kali ini saya anggap Anda belum memiliki login Google.

Klik tanda panah besar yang bertuliskan CIPTAKAN BLOG ANDA.

Sejauh ini sangat mudah dan akan terus mudah.

Halaman Pertama

Langkah 2: Daftar Blog
Lengkapi Pendaftaran Anda
Setelah Anda klik tanda panah besar yang bertuliskan CIPTAKAN BLOG ANDA, maka akan muncul formulir seperti yang ada pada gambar dibawah ini.

Proses ini akan menciptakan account Google yang dapat Anda gunakan pada layanan Google lainnya. Jika Anda sudah memiliki sebuah account Google mungkn dari Gmail, Google Groups, atau Orkut.

Satu account Google bisa digunakan untuk mengakses semua fasilitas yang disediakan oleh Google.

Jika Anda sudah memiliki accout google, Anda bisa langsung login (masuk). Untuk login ke Google, Anda harus login dengan menggunakan alamat email.

Silahkan lengkapi.

1. Alamat email yang Anda masukan harus sudah ada sebelumnya. Anda akan dikirim konfirmasi ke email tersebut. Jika Anda menggunakan email palsu atau email yang baru rencana akan dibuat, maka pendaftaran bisa gagal. Anda tidak perlu menggunakan email gmail.com. Email apa saja bisa.

2. Lengkapi data yang lainnya.

3. Tandai "Saya menerima Persyaratan dan Layanan" sebagai bukti bahwa Anda setuju. BTW Anda sudah membacanya?

Setelah lengkap, klik tanda panah yang bertuliskan lanjutkan.

Form Pendaftaran 1


Form Pendaftaran 2

Langkah 3: Membuat Blog
Memilih Nama Blog dan URL Blog
Jika Anda berhasil, Anda akan dibawa ke halaman seperti pada gambar dibawah. Jika gagal? Gagal biasanya karena verifikasi kata Anda salah. Itu wajar karena sering kali verifikasi kata sulit dibaca. Yang sabar saja, ulangi sampai benar. Saya sendiri sampai mengulang 3X.

Setelah Anda berhasil mendaftar, Anda akan dibawa ke halaman seperti yang ada pada gambar dibawah. Sekarang Anda mulai membuat blog dengan mengisi nama dan alamat blog Anda.

Sebagai contoh, saya menamakan blog tersebut dengan nama Hasna Zahidah. Sssst, jangan curiga, Hasna adalah putri saya. Saya memilih alamat blog dengan alamat http://hasna-zahidah.blogspot.com
sebagai alaternatif, bisa juga http://hasnazahidah.blogspot.com.

Jika Anda membuat lensa dengan tujuan mempromosikan produk Anda atau produk afiliasi, maka dalam memilih nama, harus berisi nama produk atau jasa yang akan Anda tawarkan. Misalnya jika Anda ingin menjual ebook saya, Anda bisa memilih kata kunci seperti motivasi, sukses, berpikir positif, dan kata-kata kunci lainnya yang sesuai.

Anda juga bisa meneliti kata kunci yang paling banyak dicari orang (tentu harus berhubungan dengan produk yang Anda jual) di
https://adwords.google.com/select/KeywordToolExternal

Anda bisa mengecek ketersidaan alamat blog yang Anda pilih. Jika tersedia bisa Anda lanjutkan. Jika tidak tersedia, maka Anda harus kreatif mencari nama lain atau memodifikasi alamat yang sudah ada, misalnya ditambahkan abc, xzy, 101, dan bisa juga dengan menyisipkan nama Anda.

Lanjutkan dengan klik tanda panah bertuliskan LANJUTKAN.

Proses Pembuatan Blog

Langkah ke 4 Blog Template
Pilih desain yang sesuai dengan selera Anda.
Berhasil? Tentu saja berhasil, memang mudah koq. Jika berhasil, Anda akan diarahkan ke halaman seperti yang ada pada gambar dibawah.

Pilihlah tema yang sesuai dengan selera Anda. Jika tidak ada yang sesui dengan selera Anda, jangan khawatir, nanti masih banyak pilihan tema yang bisa Anda install sendiri. Sekarang pilih saja tema agar proses pembuatan blog bisa diselesaikan. Anda bisa preview tema dengan klik gambarnya.

Untuk Memilih tema Anda klik (tandai) bulatannya o seperti pada gambar dibawah. Lihat yang saya tunjuk dengan panah merah buatan saya.

Setelah itu Anda klik tanda panah yang bertuliskan LANJUTKAN

Memilih Tema

Belajar Membuat Blog Selesai
Sekarang tinggal posting, pengaturan, dan tata letak
Selamat, sekarang Anda sudah memiliki sebuah blog. Sekarang Anda sudah mulai bisa memposting pemikiran Anda di blog dan dibagi ke seluruh dunia (eh Indonesia).

Memang masih ada beberapa hal yang harus Anda lakukan, yaitu pengaturan, tata letak, penambahan eleman, dan penggantian tema jika Anda menginginkan tema yang lain. Ini untuk tingkat lanjut.

Setidaknya, Anda sudah memiliki blog dan bisa posting. Hal ini sudah cukup untuk tahap awal. Untuk mendalami masalah Blog lebih dalam, saya anjurkan Anda membaca ebook Nge-Blog Dapat Duit.

Pada ebook tersebut, bukan hanya diajarkan cara nge-blog, tetapi juga bagaimana mendapatkan uang dari blog. Saya sendiri sudah membuktikannya, saya mendapatkan uang dari ngeblog. Jangan heran kalau saya rajin ngeblog.

Cara Membuat Email Groups

Secara umum, mailing list atau milis adalah komunitas yang beranggotakan sejumlah alamat e-mail dari orang-orang yang memiliki hobi atau minat yang sama. Mereka bisa tukar-menukar informasi yang berhubungan dengan tema milis tersebut. Milis biasanya memiliki sebuah alamat e-mail yang digunakan untuk mengirim pesan. Begitu pesan terkirim, ia akan didistribusikan kepada setiap anggota.

Milis juga menjadi ajang diskusi yang cocok bagi Anda yang kurang suka browsing di Internet, atau memiliki waktu yang terbatas untuk online. Dengan program e-mail client seperti Outlook Express, Eudora, Firefox Thunderbird dan sebagainya, Anda bisa membaca pesan-pesan e-mail yang masuk ketika offline. Ini tentu menghemat pemakaian Internet Anda.

Namun salah satu kelemahan milis adalah potensi untuk melencengnya topik dari tema utama, atau terkirimnya pesan-pesan tak penting seperti spam (iklan yang tak diinginkan) dari anggota yang belum mengerti etika berinternet. Hal-hal seperti ini bisa terjadi karena setiap anggota milis cenderung bebas untuk mengirim pesan e-mail berisi hal-hal apa saja yang mereka sukai. Namun jika moderator milis cukup disiplin, ia bisa membuat strategi agar diskusi di milis tetap terfokus pada topik utama, dan tidak ada kiriman e-mail yang tidak bermanfaat.

yup…udah cukup basa basi nya, sekarang kita langsung aja praktek cara bikin milis (mailing list) di yahoogroups.com


1. Untuk membuat milis di yahoogroups.com kita harus memiliki email di yahoo. Jika belum punya, Anda harus membuat nya dulu
2. Buka halaman http://groups.yahoo.com, setelah itu login menggunakan id dan password anda masing-masing
3. Klik menu Start Your Group, kemudian pilih group yang ingin anda buat, apabila sudah selesai klik “place my group here”
4. Anda diminta untuk mengisi Group Name (Nama group Anda), Group Email Address (Nama email group anda, contoh anak_rpl@yahoogroups.com), Descripe Your Group (Deskripsi tentang group Anda)
5. Pilih email address yg Anda pakai dan pilih profile yahoo yang Anda pakai, kemudian isi “Word Verification”
6. Selamat !!! Milis Anda sekarang sudah jadi

Jika sudah selesai, maka Anda dapat meng-invite dan menambahkan teman Anda untuk masuk ke Group anda secara manual dengan meng-klik bagian “Invite People To Join” kemudian klik bagian “add member”. Atau Anda bisa meminta teman-teman Anda untuk mengirim email ke -subscribe@yahoogroups.com (contoh : anak_rpl-subscribe@yahoogroups.com), untuk keluar dari Group cukup kirim email ke -unsubscribe@yahoogroups.com (contoh : anak_rpl-unsubscribe@yahoogroups.com), dan untuk mengirim pertanyaan ke Group kirim email ke @yahoogroups.com (contoh : anak_rpl@yahoo.groups.com).

Tutorial ini khususnya saya buat untuk teman-teman saya yang sedang belajar membuat milis untuk persiapan prakerin (Praktek Kerja Industri). Semoga bisa membantu ^_^

Good Luck Friends. . .

Kamis, 10 Juli 2008

Menulis Cerpen

Baru-baru ini, saya membaca sebuah cerpen yang sangat bagus dan menarik. Judulnya "Cinta di Perbatasan", dimuat di majalah Annida edisi 21 tahun 2005. Nama penulisnya Herti.

Cerpen ini bercerita tentang seorang pemuda yang tinggal di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan. Kisahnya diawali dengan keputusan si pemuda untuk keluar dari perusahaannya dan berwiraswasta dengan berjualan tikar tradisional. Tikar tersebut ia buat sendiri, lalu dijual di perbatasan.

Tragisnya, produknya ini tidak laku, hanya gara-gara ia berkata jujur, "Tikar ini buatan saya sendiri". Ternyata, para pembeli beranggapan bahwa tikar tersebut haruslah buatan daerah tertentu di Malaysia. Jika dibuat oleh orang Indonesia, maka dianggap tidak asli.

Si pemuda pun mencoba menjual produknya ini di Indonesia, tapi ternyata prospeknya tidak begitu cerah. ia pun kecewa dan prihatin. Ia telah bertekad untuk lebih mencintai negerinya. Tapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa hal-hal yang berbau Malaysia lebih disukai oleh masyarakat Indonesia di perbatasan tersebut. Terlebih, mata uang ringgit lebih disukai daripada rupiah. Hal-hal yang berbau Indonesia hanya mereka "nikmati" saat upacara bendera di sekolah.

* * *

Ini adalah sebuah cerita berbau nasionalisme yang sangat menyentuh. Sebuah tema besar, namun disampaikan dengan cara yang amat sederhana.

Semula, saya menduga penulis cerita ini adalah penduduk yang tinggal di perbatasan Indonesia-Malaysia tersebut. Dugaan ini saya percayai, karena si penulis sepertinya begitu menguasai kondisi dan fenomena masyarakat setempat.

Namun, hari Minggu kemarin (28 Agustus 2005), ketika hadir di acara FLP Bekasi, saya kaget ketika tanpa sengaja bertemu dengan si penulis cerpen ini. Ia bernama Herti, dan ternyata dia adalah penduduk Bekasi.

Saya pun bertanya, "Apakah Anda pernah tinggal di perbatasan tersebut?"

"Tidak pernah," sahutnya.

"Lalu bagaimana caranya, kok Anda sepertinya begitu mengerti tentang kondisi dan femonema masyarakat di sana?"

"Kebetulan saya penah membaca beberapa tulisan mengenai hal itu. Saya pikir, bagus juga kali ya, kalau fenomena masyarakat yang seperti ini diangkat menjadi cerpen."

Saya manggut-manggut, merasa kagum pada Herti. Setahu saya, ia masih pendatang baru di dunia penulisan fiksi. Tapi ia telah melakukan sesuatu yang mungkin jarang dilakukan oleh penulis-penulis lain: Menulis sebuah cerita berdasarkan referensi tertentu.

Biasanya, referensi digunakan oleh penulis untuk melengkapi tulisannya yang sudah ada. Artinya, referensi di sini hanya berfungsi sebagai pelengkap, untuk memperkaya tulisan. Namun Herti melakukan yang sebaliknya: menjadikan referensi sebagai sumber ide utama. Dan dia berhasil mengolahnya menjadi sebuah cerpen yang sangat menarik.

Menulis Cerpen

Baru-baru ini, saya membaca sebuah cerpen yang sangat bagus dan menarik. Judulnya "Cinta di Perbatasan", dimuat di majalah Annida edisi 21 tahun 2005. Nama penulisnya Herti.

Cerpen ini bercerita tentang seorang pemuda yang tinggal di perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan. Kisahnya diawali dengan keputusan si pemuda untuk keluar dari perusahaannya dan berwiraswasta dengan berjualan tikar tradisional. Tikar tersebut ia buat sendiri, lalu dijual di perbatasan.

Tragisnya, produknya ini tidak laku, hanya gara-gara ia berkata jujur, "Tikar ini buatan saya sendiri". Ternyata, para pembeli beranggapan bahwa tikar tersebut haruslah buatan daerah tertentu di Malaysia. Jika dibuat oleh orang Indonesia, maka dianggap tidak asli.

Si pemuda pun mencoba menjual produknya ini di Indonesia, tapi ternyata prospeknya tidak begitu cerah. ia pun kecewa dan prihatin. Ia telah bertekad untuk lebih mencintai negerinya. Tapi fakta di lapangan menunjukkan bahwa hal-hal yang berbau Malaysia lebih disukai oleh masyarakat Indonesia di perbatasan tersebut. Terlebih, mata uang ringgit lebih disukai daripada rupiah. Hal-hal yang berbau Indonesia hanya mereka "nikmati" saat upacara bendera di sekolah.

* * *

Ini adalah sebuah cerita berbau nasionalisme yang sangat menyentuh. Sebuah tema besar, namun disampaikan dengan cara yang amat sederhana.

Semula, saya menduga penulis cerita ini adalah penduduk yang tinggal di perbatasan Indonesia-Malaysia tersebut. Dugaan ini saya percayai, karena si penulis sepertinya begitu menguasai kondisi dan fenomena masyarakat setempat.

Namun, hari Minggu kemarin (28 Agustus 2005), ketika hadir di acara FLP Bekasi, saya kaget ketika tanpa sengaja bertemu dengan si penulis cerpen ini. Ia bernama Herti, dan ternyata dia adalah penduduk Bekasi.

Saya pun bertanya, "Apakah Anda pernah tinggal di perbatasan tersebut?"

"Tidak pernah," sahutnya.

"Lalu bagaimana caranya, kok Anda sepertinya begitu mengerti tentang kondisi dan femonema masyarakat di sana?"

"Kebetulan saya penah membaca beberapa tulisan mengenai hal itu. Saya pikir, bagus juga kali ya, kalau fenomena masyarakat yang seperti ini diangkat menjadi cerpen."

Saya manggut-manggut, merasa kagum pada Herti. Setahu saya, ia masih pendatang baru di dunia penulisan fiksi. Tapi ia telah melakukan sesuatu yang mungkin jarang dilakukan oleh penulis-penulis lain: Menulis sebuah cerita berdasarkan referensi tertentu.

Biasanya, referensi digunakan oleh penulis untuk melengkapi tulisannya yang sudah ada. Artinya, referensi di sini hanya berfungsi sebagai pelengkap, untuk memperkaya tulisan. Namun Herti melakukan yang sebaliknya: menjadikan referensi sebagai sumber ide utama. Dan dia berhasil mengolahnya menjadi sebuah cerpen yang sangat menarik.

Memotivasi Orang Lain

Motivasi adalah dorongan untuk mencapai tujuan tertentu. Dorongan itu bisa saja berbentuk: antusiasme, harapan dan semangat. Semua yang kita lakukan setiap hari senantiasa dibayangi oleh adanya motivasi. Misalnya, seorang karyawan yang bekerja tentu saja memiliki motivasi bekerja, begitu pula seorang atlet memiliki motivasi bertanding, seorang pelajar dengan motivasi belajar, dan lain sebagainya.
Motivasi ibarat api di dalam pikiran seseorang yang terkadang besar membara kadang juga redup, tergantung kondisi mentalnya. Jika seseorang ingin menggapai kesuksesan, motivasi adalah panas api yang harus dijaga jangan sampai padam, karena padamnya motivasi berarti kehilangan bahan bakar untuk menggerakkan mesin tubuh ini untuk menggapai tujuan. Memberikan motivasi adalah menyalakan kembali api motivasi di dalam diri seseorang supaya kembali bersemangat, memiliki keberanian dan pantang menyerah untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Kemampuan untuk memberikan motivasi adalah adalah sebuah keterampilan yang bisa dipelajari oleh siapa saja, seorang ibu rumah tangga, mahasiswa, manajer, dan tentu saja pemimpin.
Manusia ibarat sebuah gunung es yang tertutup oleh samudra, yang terkadang perlu diingatkan bahwa yang kadang terlihat hanya kekurangan (potongan es di atas air), namun keunggulannya tidak kelihatan karena masih di bawah permukaan air. Salah satu cara memperlihatkan potongan es yang besar itu adalah memberikan motivasi kepada orang tersebut.

Kebutuhan Manusia
Teori Maslow merupakan teori populer yang menggambarkan hierarki kebutuhan manusia yang berbeda-beda. Dengan mengetahui jenjang kebutuhan seseorang, motivator merumuskan bentuk-bentuk motivasi yang sesuai dan lebih terfokus kepada tingkatan kebutuhan dari seseorang.
Di jenjang paling bawah, motivasi berbentuk materi seperti: rumah, makanan, uang, dan sebagainya. Di jenjang berikutnya, motivasi tidak lagi berupa materi tetapi berupa perasaan, penghargaan dan kesempatan berkarya. Oleh karena itu, teori ini menjelaskan bahwa materi merupakan faktor mendasar yang mutlak ada sebelum munculnya kebutuhan-kebutuhan yang lain yang sifatnya nonmateri. Dengan demikian, motivasi dapat berbentuk dua hal, yaitu materi dan nonmateri.
Hal-hal yang Perlu Diketahui sebelum Memotivasi Orang Lain
Untuk menjadi seorang motivator, dibutuhkan penciptaan terus-menerus dan bukan berasal dari kelahiran seseorang. Di bawah ini adalah hal-hal dasar yang layak dipahami oleh seorang motivator:

n Motivasi kepada diri sendiri
Memotivasi diri sendiri adalah hal yang pokok sebelum kita memotivasi orang lain. Kita harus menciptakan suasana dan keteladanan yang dapat menjadi bahan bakar kita untuk mulai membakar orang lain. Para motivator ulung adalah orang-orang yang dihormati atas keberhasilan mereka sebelumnya.
Di dalam bukunya Successful Motivation in a week, Harvey memberikan pelajaran selama seminggu belajar motivasi diri sendiri dan orang lain secara praktikal. Harvey menyebutkan bahwa calon-calon motivator memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
• Positif
• Rasa berterima kasih kepada orang-orang terbaik yang bekerja bersama kita
• Menyadari pentingnya harga diri

n Kecerdasan emosi
Pada umumnya motivasi disampaikan lewat komunikasi lisan antarmotivator dengan orang lain, yang mengharuskan motivator memiliki kecerdasan emosi yang baik karena kecerdasan emosi adalah dasar untuk berkomunikasi baik dengan diri sendiri maupun orang lain. Kecerdasan emosi mencakup pengelolaan emosi diri sendiri maupun orang lain.

n Empati
Empati adalah menempatkan diri seolah-olah menjadi seperti orang lain. Perlu disadari bahwa sesungguhnya motivasi hanya bekerja di luar, api motivasi sebenarnya berada di dalam diri masing-masing. Oleh karena itu dengan berusaha menempatkan diri menjadi orang lain, ide-ide untuk memotivasi orang akan menjadi lebih tajam karena kita melihat dengan kacamata orang tersebut bukan dengan kacamata kita sendiri.
Dalil-dalil sebagai Motivator
McGinnis memberikan 12 kunci prinsip yang merupakan rahasia pemotivasian yang perlu dipahami sebagai seorang motivator:

1. Harapkanlah yang terbaik dari orang yang Anda pimpin
Sebagai seorang motivator, Anda harus membantu orang-orang untuk mencapai keberhasilan sehingga mereka dapat memberikan yang terbaik kepada Anda. Sebagai manajer misalnya, Anda senantiasa mendorong staf Anda untuk menambah pengetahuan dan keterampilan supaya mereka dapat memberikan performa yang terbaik di pekerjaan mereka, dengan demikian tujuan bersama bisa tercapai. Selain meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, Anda juga selalu mengingatkan bahwa mereka memiliki potensi tersembunyi dan keinginan untuk melihat mereka berhasil.

2. Pelajarilah secara mendalam apa yang dibutuhkan orang
Prinsip ini merupakan prinsip pendahuluan di mana rencana motivasi yang baik haruslah dirancang dengan melihat keinginan/hasrat mereka saat ini dan bukan berdasarkan rencana motivator itu sendiri. Jangan mengganggap bahwa orang lain memiliki kebutuhan yang sama dengan Anda.

3. Menetapkan standar keunggulan yang tinggi
Menetapkan standar keunggulan yang tinggi berarti mendorong seseorang untuk mencapai target atau nilai tertentu, misalnya catatan waktu bagi seorang atlet renang, volume sales untuk Manajer Sales, dan lain sebagainya. Standar keunggulan juga merupakan budaya/kebiasaaan yang menjunjung tinggi prestasi tertentu, misalnya kualitas, rekor, inovasi, dan sebagainya. Memiliki keunggulan yang tinggi merupakan kebanggaan tersendiri bagi seseorang yang mampu meraihnya.

4. Ciptakan suasana di mana kegagalan bukanlah sesuatu yang fatal
Motivator yang tulus akan selalu mengingatkan bahwa kegagalan bukan berarti akhir dari segalanya. Tidak ada manusia yang tidak pernah gagal tetapi hanya sedikit yang mampu bangkit dari kegagalannya dan merekalah yang mencapai keberhasilan. Kegagalan adalah pengalaman yang akan membentuk kesuksesan. Seorang motivator tidak akan mengumumkan kegagalan seseorang tetapi hanya keberhasilan yang dicapai.
Motivator dapat memberikan contoh-contoh orang berhasil di dunia yang melalui berkali-kali kegagalan, di antaranya : Thomas Alva Edison, Abraham Lincoln, Winston Churcill, Soekarno, dan lain-lain.

5. Jika Anda mengharapkan seseorang untuk melakukan apa yang Anda inginkan, maka topanglah rencananya yang mengarah ke tujuan itu.
Prinsip 5 ini mengajarkan seorang motivator yang senantiasa mendukung orang lain untuk melakukan apa yang si motivator tersebut inginkan. Prinsip 5 ini cukup kontroversial karena seakan-akan kita memperalat seseorang, akan tetapi di baliknya tidaklah demikian. Sebagai contoh adalah seorang ayah yang menghendaki anaknya menjadi seorang petenis profesional, berjuang sejak anaknya masih kecil. Sang ayah sebagai motivator memancing minat dan menggali bakat tenis dari anaknya sendiri, menemaninya berlatih dan bertanding terus-menerus sampai anaknya berhasil menjadi petenis profesional. Tidak hanya itu, ia juga mendorong dan membesarkan hati anak-anaknya dalam mengejar berbagai sasaran setingi mungkin, dan yang bisa melakukan motivasi sesuai dengan cita-cita anaknya, maka hal itu di kemudian akan memberi arti yang sangat penting bagi kehidupan anak-anaknya (McGinnins).

6. Pakailah keteladanan untuk merangsang keberhasilan
Untuk membujuk seseorang melakukan sesuatu, menuntut kita sendiri yang harus memberi contoh agar dia melakukannya. Cerita mengenai kerja keras dan keberhasilan dapat membuat seseorang menjadi yakin karena cerita-cerita tersebut langsung mengena ke hati yang menggetarkan perasaan dan mengubah sikap kita.
7. Kenalilah dan berikan pujian atas prestasi
Sebuah pujian adalah penguatan secara positif dalam psikologi. Berikanlah pujian secara langsung dan dapat diketahui juga oleh orang banyak. Carnegie sebagai seorang motivator manusia mengatakan manusia adalah makhluk yang haus akan pujian atas prestasi mereka.

8. Pergunakanlah perpaduan antara pergulatan yang positif dan pergulatan yang negatif.
Pergulatan negatif adalah pujian, penghargaan, kasih dan lain-lain sedangkan pergulatan negatif adalah teguran, hukuman, amarah, dan lain-lain. Kedua pergulatan ini adalah dua hal yang saling bertolak belakang tetapi sama-sama merupakan cara untuk memotivasi orang. Seorang motivator harus jeli melihat kapan menggunakan pergulatan negatif atau positif untuk memotivasi orang. Dalam situasi tertentu, motivator bisa saja bertindak keras, tetapi selalu bertindak adil sehingga seseorang bisa memahami nilai-nilai yang ingin ditanamkan dan tidak asal melihat hukumannya saja. Secara keseluruhan, McGinnis menganjurkan lebih banyak pujian dibandingkan hukuman.

9. Sesekali ciptakan hasrat untuk bersaing
Persaingan tidak terlalu efektif jika terus-menerus dilakukan karena bisa menciptakan perasaan dimanipulasi, saling menjegal yang menciptakan kompetisi yang tidak sehat. Gunakanlah persaingan untuk memberikan inspirasi dan memacu semangat, bukan hanya media untuk melemparkan kritik.
Berikut ini dua contoh kalimat untuk memotivasi tetapi terdapat perbedaan makna di dalamnya:
Ana, kapan kamu mau membersihkan kamarmu sendiri? Kenapa sih kamu nggak seperti temanmu yang memiliki kamar yang bersih dan rapi?
Ana, apakah kamu menyenangi kamar Ria yang bersih? Kapan kamu mau bersih-bersih kamar lagi?

10. Upayakanlah kerjasama
Kerjasama di ini berarti melakukan sesuatu secara bersama-sama. Kebersamaan membangkitkan motivasi yang luar biasa karena semakin banyak yang ”menemani” maka semakin kuat tekad yang timbul.
11. Upayakan agar di dalam kelompok ada peluang untuk melawan.
Sewaktu memimpin sebuah kelompok yang memiliki beberapa orang anggota dengan sifat melawan, seorang pemimpin sekaligus motivator tidak selalu mengganggap kehadiran seorang pemberontak akan mematikan niat kita sebagai motivator mereka.
Sifat kontradiksi adalah alami dari manusia yang ingin membatasi kekuasaan pimpinan yang menentukan nasib mereka. Hal seperti ini dapat membawa angin positif karena pemberontak dapat berkembang menjadi pemikir yang bebas, kritis dan kreatif, memiliki pendapat sendiri dan berkemampuan untuk memimpin orang-orang.
Menghadapi para perusuh membutuhkan kiat-kiat tersendiri, misalnya berusahalah untuk selalu mencari tahu dan menerima tingkah laku mereka dalam batas wajar, mintalah pertolongan darinya, dan carilah sisi-sisi terbaik mereka. Tetapi jika menjadi sangat parah, Anda sebaiknya menggeser atau memecat orang tersebut.
Dengan demikian secara tidak langsung Anda telah menciptakan pemimpin-pemimpin baru yang akan mengerjakan tugas-tugas Anda di masa mendatang dan Anda sendiri dapat meninggalkan kelompok tersebut untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

12. Usahakanlah agar motivasi Anda tetap tinggi
Beberapa cara seorang motivator dapat memotivasi dirinya sendiri adalah: bergaullah dengan orang-orang yang berhasil dan berpikiran positif, awasi gagasan-gagasan yang masuk, manfaatkan sumber informasi, tingkatkanlah kemampuan dan keterampilan Anda dengan mengikuti kursus/ seminar, tingkatkan spiritualitas Anda.

Bentuk-bentuk motivasi

1. Teguran atau Kritik
Menegur berarti mengingatkan bila seseorang tidak mencapai standar agar dia dapat mencoba kembali mencapai standar tersebut. Di dalam menegur, seorang motivator harus dapat memperlihatkan kesalahan apa yang terjadi, memiliki cukup fakta dan disertai perasaan sang motivator, apakah marah, tersinggung ataupun frustasi.
Mengkritik adalah sebuah tindakan yang sulit kalau kita melihat prinsip-prinsip berkomunikasi yang diungkapkan oleh Dale Carnegie, yaitu jangan mengkritik, mencerca atau mengeluh sebaliknya berikan penghargaan yang jujur dan tulus. Jadi sebisa mungkin jangan menyampaikan kritik, tetapi berikan saran-saran berharga yang membangun.

2. Amarah
Amarah adalah emosi yang digunakan oleh pembicara-pembicara untuk memukau pendengarnya. Amarah seorang jenderal digunakan untuk membangkitkan kemarahan seluruh tentaranya untuk membangkitkan semangat juang seluruh tentaranya. Amarah seorang manajer untuk menegaskan kembali standar keunggulan mutu perusahaan.

3. Tantangan
Adalah target yang tidak mustahil untuk dilakukan dengan melihat keterbatasan-keterbatasan yang ada. Tantangan yang realistis mampu membangkitkan antuasisme dari staff / tim untuk memberikan performa terbaik yang semakin baik lagi.

4. Kecacatan tubuh
Di dalam buku-buku banyak yang mengisahkan orang-orang cacat yang berhasil berjaya di bidangnya. Sebagai contoh Andrea Bocelli, penyanyi suara tenor yang sangat terkenal meskipun tidak dapat melihat. Setelah memperoleh keberhasilan, mereka tidak tinggal diam tetapi selalu memotivasi orang lain apalagi yang mengalami cacat tubuh untuk terus berusaha mencapai keberhasilan dan tidak selalu melihat kekurangan yang mereka miliki.

5. Kepercayaan dan tanggung jawab
Buatlah orang tersebut merasa penting dan dibutuhkan oleh orang lain serta diperhatikan oleh orang lain termasuk Anda.
Secara umum, beberapa orang akan terpengaruh untuk berusaha jika diberikan tanggung jawab karena tanggung jawab adalah wujud otoritas untuk membuat perubahan atau mengambil keputusan. Lebih jauh lagi, memberikan tanggung jawab berarti memberikan kesempatan kepada seseorang untuk membuktikan kemampuannya.

6. Materi
Memberikan materi adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (Teori Maslow). Materi dapat berupa gaji yang pantas, fasilitas, kendaraan, rumah, dan lain sebagainya.

Motivasi di berbagai bidang

n Olahraga
Motivasi berupa latihan mental, khususnya kepada pemain-pemain muda untuk membentuk kepercayaan diri, keyakinan dan target untuk menjadi juara. Motivasi merupakan faktor nonteknis yang menentukan kondisi mental atlet di samping faktor nonteknis. Di dalam sebuah pertandingan, kehadiran pendukung memberikan keuntungan besar kepada atlet yang didukungnya.

n Perusahaan
Secanggih apa pun pengetahuan dari pemimpin puncaknya, dalam titik tertentu keberhasilan ditentukan oleh berapa besar motivasi kerja dari seluruh karyawan dari perusahaan tersebut. Motivasi kerja tersebut ditunjukkan dengan penampilan yang prima untuk perusahaan.

n Ketentaraan
Dalam setiap pertempuran, kehadiran seorang pemimpin perang yang disegani memberikan motivasi tempur yang tinggi kepada setiap tentara yang dipimpinnya.

Penutup
Dengan menjadi seorang motivator, kita dapat memperoleh keuntungan-keuntungan seperti kerja sama tim, jiwa kepemimpinan dan motivasi diri yang lebih kuat.
Seseorang yang memberikan motivasi kepada teman-teman, kerabat, rekan kerja membuat dunia ini akan menjadi tempat hidup yang lebih baik
Motivasi adalah dorongan untuk mencapai tujuan tertentu. Dorongan itu bisa saja berbentuk: antusiasme, harapan dan semangat. Semua yang kita lakukan setiap hari senantiasa dibayangi oleh adanya motivasi. Misalnya, seorang karyawan yang bekerja tentu saja memiliki motivasi bekerja, begitu pula seorang atlet memiliki motivasi bertanding, seorang pelajar dengan motivasi belajar, dan lain sebagainya.
Motivasi ibarat api di dalam pikiran seseorang yang terkadang besar membara kadang juga redup, tergantung kondisi mentalnya. Jika seseorang ingin menggapai kesuksesan, motivasi adalah panas api yang harus dijaga jangan sampai padam, karena padamnya motivasi berarti kehilangan bahan bakar untuk menggerakkan mesin tubuh ini untuk menggapai tujuan. Memberikan motivasi adalah menyalakan kembali api motivasi di dalam diri seseorang supaya kembali bersemangat, memiliki keberanian dan pantang menyerah untuk melakukan sesuatu dengan cara tertentu. Kemampuan untuk memberikan motivasi adalah adalah sebuah keterampilan yang bisa dipelajari oleh siapa saja, seorang ibu rumah tangga, mahasiswa, manajer, dan tentu saja pemimpin.
Manusia ibarat sebuah gunung es yang tertutup oleh samudra, yang terkadang perlu diingatkan bahwa yang kadang terlihat hanya kekurangan (potongan es di atas air), namun keunggulannya tidak kelihatan karena masih di bawah permukaan air. Salah satu cara memperlihatkan potongan es yang besar itu adalah memberikan motivasi kepada orang tersebut.

Kebutuhan Manusia
Teori Maslow merupakan teori populer yang menggambarkan hierarki kebutuhan manusia yang berbeda-beda. Dengan mengetahui jenjang kebutuhan seseorang, motivator merumuskan bentuk-bentuk motivasi yang sesuai dan lebih terfokus kepada tingkatan kebutuhan dari seseorang.
Di jenjang paling bawah, motivasi berbentuk materi seperti: rumah, makanan, uang, dan sebagainya. Di jenjang berikutnya, motivasi tidak lagi berupa materi tetapi berupa perasaan, penghargaan dan kesempatan berkarya. Oleh karena itu, teori ini menjelaskan bahwa materi merupakan faktor mendasar yang mutlak ada sebelum munculnya kebutuhan-kebutuhan yang lain yang sifatnya nonmateri. Dengan demikian, motivasi dapat berbentuk dua hal, yaitu materi dan nonmateri.
Hal-hal yang Perlu Diketahui sebelum Memotivasi Orang Lain
Untuk menjadi seorang motivator, dibutuhkan penciptaan terus-menerus dan bukan berasal dari kelahiran seseorang. Di bawah ini adalah hal-hal dasar yang layak dipahami oleh seorang motivator:

n Motivasi kepada diri sendiri
Memotivasi diri sendiri adalah hal yang pokok sebelum kita memotivasi orang lain. Kita harus menciptakan suasana dan keteladanan yang dapat menjadi bahan bakar kita untuk mulai membakar orang lain. Para motivator ulung adalah orang-orang yang dihormati atas keberhasilan mereka sebelumnya.
Di dalam bukunya Successful Motivation in a week, Harvey memberikan pelajaran selama seminggu belajar motivasi diri sendiri dan orang lain secara praktikal. Harvey menyebutkan bahwa calon-calon motivator memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
• Positif
• Rasa berterima kasih kepada orang-orang terbaik yang bekerja bersama kita
• Menyadari pentingnya harga diri

n Kecerdasan emosi
Pada umumnya motivasi disampaikan lewat komunikasi lisan antarmotivator dengan orang lain, yang mengharuskan motivator memiliki kecerdasan emosi yang baik karena kecerdasan emosi adalah dasar untuk berkomunikasi baik dengan diri sendiri maupun orang lain. Kecerdasan emosi mencakup pengelolaan emosi diri sendiri maupun orang lain.

n Empati
Empati adalah menempatkan diri seolah-olah menjadi seperti orang lain. Perlu disadari bahwa sesungguhnya motivasi hanya bekerja di luar, api motivasi sebenarnya berada di dalam diri masing-masing. Oleh karena itu dengan berusaha menempatkan diri menjadi orang lain, ide-ide untuk memotivasi orang akan menjadi lebih tajam karena kita melihat dengan kacamata orang tersebut bukan dengan kacamata kita sendiri.
Dalil-dalil sebagai Motivator
McGinnis memberikan 12 kunci prinsip yang merupakan rahasia pemotivasian yang perlu dipahami sebagai seorang motivator:

1. Harapkanlah yang terbaik dari orang yang Anda pimpin
Sebagai seorang motivator, Anda harus membantu orang-orang untuk mencapai keberhasilan sehingga mereka dapat memberikan yang terbaik kepada Anda. Sebagai manajer misalnya, Anda senantiasa mendorong staf Anda untuk menambah pengetahuan dan keterampilan supaya mereka dapat memberikan performa yang terbaik di pekerjaan mereka, dengan demikian tujuan bersama bisa tercapai. Selain meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, Anda juga selalu mengingatkan bahwa mereka memiliki potensi tersembunyi dan keinginan untuk melihat mereka berhasil.

2. Pelajarilah secara mendalam apa yang dibutuhkan orang
Prinsip ini merupakan prinsip pendahuluan di mana rencana motivasi yang baik haruslah dirancang dengan melihat keinginan/hasrat mereka saat ini dan bukan berdasarkan rencana motivator itu sendiri. Jangan mengganggap bahwa orang lain memiliki kebutuhan yang sama dengan Anda.

3. Menetapkan standar keunggulan yang tinggi
Menetapkan standar keunggulan yang tinggi berarti mendorong seseorang untuk mencapai target atau nilai tertentu, misalnya catatan waktu bagi seorang atlet renang, volume sales untuk Manajer Sales, dan lain sebagainya. Standar keunggulan juga merupakan budaya/kebiasaaan yang menjunjung tinggi prestasi tertentu, misalnya kualitas, rekor, inovasi, dan sebagainya. Memiliki keunggulan yang tinggi merupakan kebanggaan tersendiri bagi seseorang yang mampu meraihnya.

4. Ciptakan suasana di mana kegagalan bukanlah sesuatu yang fatal
Motivator yang tulus akan selalu mengingatkan bahwa kegagalan bukan berarti akhir dari segalanya. Tidak ada manusia yang tidak pernah gagal tetapi hanya sedikit yang mampu bangkit dari kegagalannya dan merekalah yang mencapai keberhasilan. Kegagalan adalah pengalaman yang akan membentuk kesuksesan. Seorang motivator tidak akan mengumumkan kegagalan seseorang tetapi hanya keberhasilan yang dicapai.
Motivator dapat memberikan contoh-contoh orang berhasil di dunia yang melalui berkali-kali kegagalan, di antaranya : Thomas Alva Edison, Abraham Lincoln, Winston Churcill, Soekarno, dan lain-lain.

5. Jika Anda mengharapkan seseorang untuk melakukan apa yang Anda inginkan, maka topanglah rencananya yang mengarah ke tujuan itu.
Prinsip 5 ini mengajarkan seorang motivator yang senantiasa mendukung orang lain untuk melakukan apa yang si motivator tersebut inginkan. Prinsip 5 ini cukup kontroversial karena seakan-akan kita memperalat seseorang, akan tetapi di baliknya tidaklah demikian. Sebagai contoh adalah seorang ayah yang menghendaki anaknya menjadi seorang petenis profesional, berjuang sejak anaknya masih kecil. Sang ayah sebagai motivator memancing minat dan menggali bakat tenis dari anaknya sendiri, menemaninya berlatih dan bertanding terus-menerus sampai anaknya berhasil menjadi petenis profesional. Tidak hanya itu, ia juga mendorong dan membesarkan hati anak-anaknya dalam mengejar berbagai sasaran setingi mungkin, dan yang bisa melakukan motivasi sesuai dengan cita-cita anaknya, maka hal itu di kemudian akan memberi arti yang sangat penting bagi kehidupan anak-anaknya (McGinnins).

6. Pakailah keteladanan untuk merangsang keberhasilan
Untuk membujuk seseorang melakukan sesuatu, menuntut kita sendiri yang harus memberi contoh agar dia melakukannya. Cerita mengenai kerja keras dan keberhasilan dapat membuat seseorang menjadi yakin karena cerita-cerita tersebut langsung mengena ke hati yang menggetarkan perasaan dan mengubah sikap kita.
7. Kenalilah dan berikan pujian atas prestasi
Sebuah pujian adalah penguatan secara positif dalam psikologi. Berikanlah pujian secara langsung dan dapat diketahui juga oleh orang banyak. Carnegie sebagai seorang motivator manusia mengatakan manusia adalah makhluk yang haus akan pujian atas prestasi mereka.

8. Pergunakanlah perpaduan antara pergulatan yang positif dan pergulatan yang negatif.
Pergulatan negatif adalah pujian, penghargaan, kasih dan lain-lain sedangkan pergulatan negatif adalah teguran, hukuman, amarah, dan lain-lain. Kedua pergulatan ini adalah dua hal yang saling bertolak belakang tetapi sama-sama merupakan cara untuk memotivasi orang. Seorang motivator harus jeli melihat kapan menggunakan pergulatan negatif atau positif untuk memotivasi orang. Dalam situasi tertentu, motivator bisa saja bertindak keras, tetapi selalu bertindak adil sehingga seseorang bisa memahami nilai-nilai yang ingin ditanamkan dan tidak asal melihat hukumannya saja. Secara keseluruhan, McGinnis menganjurkan lebih banyak pujian dibandingkan hukuman.

9. Sesekali ciptakan hasrat untuk bersaing
Persaingan tidak terlalu efektif jika terus-menerus dilakukan karena bisa menciptakan perasaan dimanipulasi, saling menjegal yang menciptakan kompetisi yang tidak sehat. Gunakanlah persaingan untuk memberikan inspirasi dan memacu semangat, bukan hanya media untuk melemparkan kritik.
Berikut ini dua contoh kalimat untuk memotivasi tetapi terdapat perbedaan makna di dalamnya:
Ana, kapan kamu mau membersihkan kamarmu sendiri? Kenapa sih kamu nggak seperti temanmu yang memiliki kamar yang bersih dan rapi?
Ana, apakah kamu menyenangi kamar Ria yang bersih? Kapan kamu mau bersih-bersih kamar lagi?

10. Upayakanlah kerjasama
Kerjasama di ini berarti melakukan sesuatu secara bersama-sama. Kebersamaan membangkitkan motivasi yang luar biasa karena semakin banyak yang ”menemani” maka semakin kuat tekad yang timbul.
11. Upayakan agar di dalam kelompok ada peluang untuk melawan.
Sewaktu memimpin sebuah kelompok yang memiliki beberapa orang anggota dengan sifat melawan, seorang pemimpin sekaligus motivator tidak selalu mengganggap kehadiran seorang pemberontak akan mematikan niat kita sebagai motivator mereka.
Sifat kontradiksi adalah alami dari manusia yang ingin membatasi kekuasaan pimpinan yang menentukan nasib mereka. Hal seperti ini dapat membawa angin positif karena pemberontak dapat berkembang menjadi pemikir yang bebas, kritis dan kreatif, memiliki pendapat sendiri dan berkemampuan untuk memimpin orang-orang.
Menghadapi para perusuh membutuhkan kiat-kiat tersendiri, misalnya berusahalah untuk selalu mencari tahu dan menerima tingkah laku mereka dalam batas wajar, mintalah pertolongan darinya, dan carilah sisi-sisi terbaik mereka. Tetapi jika menjadi sangat parah, Anda sebaiknya menggeser atau memecat orang tersebut.
Dengan demikian secara tidak langsung Anda telah menciptakan pemimpin-pemimpin baru yang akan mengerjakan tugas-tugas Anda di masa mendatang dan Anda sendiri dapat meninggalkan kelompok tersebut untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

12. Usahakanlah agar motivasi Anda tetap tinggi
Beberapa cara seorang motivator dapat memotivasi dirinya sendiri adalah: bergaullah dengan orang-orang yang berhasil dan berpikiran positif, awasi gagasan-gagasan yang masuk, manfaatkan sumber informasi, tingkatkanlah kemampuan dan keterampilan Anda dengan mengikuti kursus/ seminar, tingkatkan spiritualitas Anda.

Bentuk-bentuk motivasi

1. Teguran atau Kritik
Menegur berarti mengingatkan bila seseorang tidak mencapai standar agar dia dapat mencoba kembali mencapai standar tersebut. Di dalam menegur, seorang motivator harus dapat memperlihatkan kesalahan apa yang terjadi, memiliki cukup fakta dan disertai perasaan sang motivator, apakah marah, tersinggung ataupun frustasi.
Mengkritik adalah sebuah tindakan yang sulit kalau kita melihat prinsip-prinsip berkomunikasi yang diungkapkan oleh Dale Carnegie, yaitu jangan mengkritik, mencerca atau mengeluh sebaliknya berikan penghargaan yang jujur dan tulus. Jadi sebisa mungkin jangan menyampaikan kritik, tetapi berikan saran-saran berharga yang membangun.

2. Amarah
Amarah adalah emosi yang digunakan oleh pembicara-pembicara untuk memukau pendengarnya. Amarah seorang jenderal digunakan untuk membangkitkan kemarahan seluruh tentaranya untuk membangkitkan semangat juang seluruh tentaranya. Amarah seorang manajer untuk menegaskan kembali standar keunggulan mutu perusahaan.

3. Tantangan
Adalah target yang tidak mustahil untuk dilakukan dengan melihat keterbatasan-keterbatasan yang ada. Tantangan yang realistis mampu membangkitkan antuasisme dari staff / tim untuk memberikan performa terbaik yang semakin baik lagi.

4. Kecacatan tubuh
Di dalam buku-buku banyak yang mengisahkan orang-orang cacat yang berhasil berjaya di bidangnya. Sebagai contoh Andrea Bocelli, penyanyi suara tenor yang sangat terkenal meskipun tidak dapat melihat. Setelah memperoleh keberhasilan, mereka tidak tinggal diam tetapi selalu memotivasi orang lain apalagi yang mengalami cacat tubuh untuk terus berusaha mencapai keberhasilan dan tidak selalu melihat kekurangan yang mereka miliki.

5. Kepercayaan dan tanggung jawab
Buatlah orang tersebut merasa penting dan dibutuhkan oleh orang lain serta diperhatikan oleh orang lain termasuk Anda.
Secara umum, beberapa orang akan terpengaruh untuk berusaha jika diberikan tanggung jawab karena tanggung jawab adalah wujud otoritas untuk membuat perubahan atau mengambil keputusan. Lebih jauh lagi, memberikan tanggung jawab berarti memberikan kesempatan kepada seseorang untuk membuktikan kemampuannya.

6. Materi
Memberikan materi adalah untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (Teori Maslow). Materi dapat berupa gaji yang pantas, fasilitas, kendaraan, rumah, dan lain sebagainya.

Motivasi di berbagai bidang

n Olahraga
Motivasi berupa latihan mental, khususnya kepada pemain-pemain muda untuk membentuk kepercayaan diri, keyakinan dan target untuk menjadi juara. Motivasi merupakan faktor nonteknis yang menentukan kondisi mental atlet di samping faktor nonteknis. Di dalam sebuah pertandingan, kehadiran pendukung memberikan keuntungan besar kepada atlet yang didukungnya.

n Perusahaan
Secanggih apa pun pengetahuan dari pemimpin puncaknya, dalam titik tertentu keberhasilan ditentukan oleh berapa besar motivasi kerja dari seluruh karyawan dari perusahaan tersebut. Motivasi kerja tersebut ditunjukkan dengan penampilan yang prima untuk perusahaan.

n Ketentaraan
Dalam setiap pertempuran, kehadiran seorang pemimpin perang yang disegani memberikan motivasi tempur yang tinggi kepada setiap tentara yang dipimpinnya.

Penutup
Dengan menjadi seorang motivator, kita dapat memperoleh keuntungan-keuntungan seperti kerja sama tim, jiwa kepemimpinan dan motivasi diri yang lebih kuat.
Seseorang yang memberikan motivasi kepada teman-teman, kerabat, rekan kerja membuat dunia ini akan menjadi tempat hidup yang lebih baik

Rabu, 12 Maret 2008

Model Pembelajaran

REVITALISASI MODEL PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH

Sebagai bahasa resmi (negara), usia bahasa Indonesia sudah mencapai bilangan ke-62 tahun. Bahkan, dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia sudah berusia 79 tahun. Jika dianalogikan dengan kehidupan manusia, dalam rentang usia tersebut idealnya sudah mampu mencapai tingkat “kematangan” dan “kesempurnaan” hidup, sebab sudah banyak merasakan liku-liku dan pahit-getirnya perjalanan sejarah. Untuk menggetarkan gaung penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar pun pemerintah telah menempuh “politik kebahasaan” dengan menetapkan bulan Oktober sebagai Bulan Bahasa.

Namun, seiring dengan bertambahnya usia, bahasa Indonesia justru dihadang banyak masalah. Pertanyaan bernada pesimis pun bermunculan. Mampukah bahasa Indonesia menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek yang berwibawa dan punya prestise tersendiri di tengah-tengah dahsyatnya arus globalisasi? Mampukah bahasa Indonesia bersikap luwes dan terbuka dalam mengikuti derap peradaban yang terus gencar menawarkan perubahan dan dinamika? Masih setia dan banggakah para penuturnya dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah-tengah perubahan dan dinamika itu?

Sementara itu, jika kita melihat kenyataan di lapangan, secara jujur harus diakui, bahasa Indonesia belum difungsikan secara baik dan benar. Para penuturnya masih dihinggapi sikap inferior (rendah diri) sehingga merasa lebih modern, terhormat, dan terpelajar jika dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulis, menyelipkan setumpuk istilah asing –padahal sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Agaknya pemahaman, penghayatan, dan penghargaan kita terhadap bahasa nasional dan negara sendiri belum tumbuh secara maksimal dan proporsional. Padahal, tak henti-hentinya pemerintah menganjurkan untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bahkan, juga telah menunjukkan perhatian yang cukup besar dan serius dalam upaya menumbuhkembangkan bahasa Indonesia. Melalui “tangan panjang”-nya, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B), pemerintah telah meluncurkan beberapa kaidah kebahasaan baku agar dapat dijadikan sebagai acuan segenap lapisan masyarakat dalam berbahasa Indonesia, seperti Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (EYD), Pedoman Umum pembentukan Istilah (PUPI), Tata Bahasa Indonesia Baku (TBIB), maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).

Akan tetapi, beberapa kaidah yang telah dikodifikasi dengan susah-payah itu tampaknya belum banyak mendapatkan perhatian masyarakat luas. Akibatnya bisa ditebak. Pemakaian bahasa Indonesia bermutu rendah: kalimatnya rancu dan kacau, kosakatanya payah, dan secara semantik sulit dipahami maknanya. Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar seolah-olah hanya bersifat sloganistis, tanpa tindakan nyata dari penuturnya.
Bahasa KeduaMengapa hal itu bisa terjadi? Mengapa masyarakat seolah-olah cuek dan masa bodoh terhadap segala macam kaidah kebahasaan yang telah ditetapkan sebagai acuan?

Setidaknya dilatarbelakangi oleh dua sebab yang cukup mendasar. Pertama, dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Indonesia hanyalah merupakan bahasa kedua setelah bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Keadaan semacam ini, paling tidak ikut memengaruhi rendahnya pemahaman, penghayatan, dan penghargaan penutur terhadap bahasa Indonesia, sebab mereka telah terbiasa bertutur dengan menggunakan kerangka berpikir bahasa daerah, sehingga menjadi “gagap” ketika mereka harus menggunakan bahasa Indonesia secara langsung.

Kedua, kesalahan dalam berbahasa Indonesia lolos dari jerat hukum. Tampaknya tak ada sebuah ayat pun dalam hukum kita yang memberikan perhatian terhadap para penutur yang dengan sengaja “merusak” bahasa. Akibatnya, mereka bisa leluasa dalam mempermainkan dan memanipulasi bahasa sesuai dengan selera dan kepentingannya, tanpa ada rasa takut terkena denda atau sanksi apa pun.
Kedua sebab mendasar tersebut diperparah lagi dengan masih banyaknya tokoh masyarakat tertentu yang seharusnya menjadi anutan, tetapi nihil perhatiannya terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam situasi masyarakat paternalistik seperti di negeri kita, keadaan semacam itu jelas sangat tidak menguntungkan, sebab masyarakat akan ikut latah, beramai-ramai meniru bahasa tutur tokoh anutannya sebagai bentuk penghormatan dalam versi lain.

RevitalisasiSelain kondisi yang kurang kondusif semacam itu, bobot dan mutu pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah pun tak henti-hentinya dipertanyakan. Hal ini memang beralasan, lantaran sekolah diyakini sebagai institusi yang diharapkan mampu melahirkan generasi bangsa yang memiliki kebanggaan terhadap bahasa nasional dan negaranya, berkedisiplinan dan berkesadaran tinggi untuk berbahasa yang baik dan benar, serta punya penghargaan yang memadai terhadap bahasa Indonesia.
Namun, yang terjadi hingga saat ini, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dinilai belum menunjukkan hasil optimal seperti yang diharapkan. Proses pembelajarannya berlangsung timpang; seadanya, tanpa bobot, dan monoton sehingga peserta didik terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku dan membosankan. Singkatnya, pembelajaran bahasa Indonesia masih memprihatinkan hasilnya. Keterampilan berbahasa siswa rendah sehingga tidak mampu mengungkapkan gagasan dan pikirannya secara logis, runtut, dan mudah dipahami.

Keadaan semacam itu jelas sangat memprihatinkan kita semua, sebab –seperti dikemukakan (1994)– bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang sangat penting bukan saja karena bahasa Indonesia adalah alat komunikasi yang terpenting dalam masyarakat, melainkan juga karena penguasaan bahasa Indonesia yang baik akan sangat membantu siswa dalam memahami mata pelajaran lain yang menggunakan bahasa Indonesia. Bagaimana mungkin seorang siswa mampu belajar fisika, matematika, biologi, atau kimia, kalau penguasaan bahasanya nol.

Kondisi pembelajaran bahasa Indonesia yang demikian memprihatinkan, mau atau tidak, mengharuskan kita untuk melakukan langkah “revitalisasi”, yaitu dengan menghidupkan dan menggairahkan kembali proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah didukung semangat guru yang profesional dan gairah siswa yang terus meningkat intensitasnya dalam belajar dan berlatih berbahasa.

Langkah “revitalisasi” yang mesti ditempuh, di antaranya, pertama, menciptakan dan mengembangkan profesionalisme guru. Upaya menciptakan profesionalisme hendaknya dimulai sejak calon guru menempuh pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan) agar kelak setelah benar-benar menjadi guru tidak asing lagi dengan dunianya dan siap pakai. Jelas, tuntutan ideal semacam ini bukan tugas yang ringan bagi LPTK, sebab selain harus mampu mencetak lulusan yang punya kemampuan akademik tinggi, juga harus memiliki integritas kepribadian yang kuat dan keterampilan mengajar yang andal.

Kedua, guru hendaknya tidak terlalu banyak dibebani oleh tuntutan kurikulum yang dapat “memasung” kreativitasnya dalam proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran bahasa bukanlah untuk menjadikan siswa sebagai ahli bahasa, melainkan sebagai seorang yang dapat menggunakan bahasa untuk keperluannya sendiri, dapat memanfaatkan sebanyak-banyaknya apa yang ada di luar dirinya dari mendengar, membaca, dan mengalami, serta mampu berkomunikasi dengan orang di sekitarnya tentang pengalaman dan pengetahuannya. Ini artinya, guru harus diberikan keleluasaan untuk mengekspresikan kreativitas mengajarnya di kelas sehingga mampu menciptakan atmosfer pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Hal ini bisa terwujud jika kurikulum tidak semata-mata dijadikan sebagai “kitab suci” yang secara “zakelijk” harus diterapkan di kelas, tetapi juga perlu dikembangkan dan dieksplorasi secara kreatif sehingga pembelajaran benar-benar bermakna bagi siswa didik.

Ketiga, buku paket yang “wajib” dipakai hendaknya diupayakan untuk dicarikan buku ajar yang sesuai dengan tingkat kematangan jiwa dan latar belakang sosial-budaya siswa. Hal ini perlu dipikirkan, sebab bahan ajar yang ada dalam buku paket dinilai belum sepenuhnya mampu menarik minat dan gairah siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Dan keempat, guru bahasa bahasa hendaknya diberi kebebasan untuk mengembangkan kreativitasnya di sekolah secara bebas dan leluasa, tanpa harus diindoktrinasi dengan berbagai macam bentuk tekanan tertentu yang justru akan menjadi kendala dalam mewujudkan situasi pembelajaran yang ideal.

“Revitalisasi” tersebut hendaknya juga diimbangi pula dengan peran-serta masyarakat agar bisa menciptakan sauasana kondusif yang mampu merangsang siswa untuk belajar dan berlatih berbahasa Indonesia secara baik dan benar, dengan cara memberikan teladan yang baik dalam peristiwa tutur sehari-hari. Demikian pula media massa (cetak/elektronik) hendaknya juga menaruh kepedulian yang tinggi untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah kebahasan yang berlaku.
Jika langkah “revitalisasi” di atas dapat terwujud, tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah bukan mustahil diraih, anjuran pemerintah untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar kepada seluruh masyarakat pun tidak akan bersifat sloganistis. Bahkan, mungkin pada gilirannya nanti bahasa Indonesia benar-benar akan menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek yang wibawa dan punya prestise tersendiri di era globalisasi, luwes dan terbuka, dan para penuturnya akan tetap bangga dan setia menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah derap peradaban zaman. Sebab, jutaan generasi yang memiliki kebanggaan dan kecintaan terhadap bahasa nasional dan negaranya akan lahir dari sekolah.

Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia



Sebagai bahasa resmi (negara), usia bahasa Indonesia sudah mencapai bilangan ke-62 tahun. Bahkan, dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia sudah berusia 79 tahun. Jika dianalogikan dengan kehidupan manusia, dalam rentang usia tersebut idealnya sudah mampu mencapai tingkat “kematangan” dan “kesempurnaan” hidup, sebab sudah banyak merasakan liku-liku dan pahit-getirnya perjalanan sejarah. Untuk menggetarkan gaung penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar pun pemerintah telah menempuh “politik kebahasaan” dengan menetapkan bulan Oktober sebagai Bulan Bahasa.
Namun, seiring dengan bertambahnya usia, bahasa Indonesia justru dihadang banyak masalah. Pertanyaan bernada pesimis pun bermunculan. Mampukah bahasa Indonesia menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek yang berwibawa dan punya prestise tersendiri di tengah-tengah dahsyatnya arus globalisasi? Mampukah bahasa Indonesia bersikap luwes dan terbuka dalam mengikuti derap peradaban yang terus gencar menawarkan perubahan dan dinamika? Masih setia dan banggakah para penuturnya dalam menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah-tengah perubahan dan dinamika itu?
Sementara itu, jika kita melihat kenyataan di lapangan, secara jujur harus diakui, bahasa Indonesia belum difungsikan secara baik dan benar. Para penuturnya masih dihinggapi sikap inferior (rendah diri) sehingga merasa lebih modern, terhormat, dan terpelajar jika dalam peristiwa tutur sehari-hari, baik dalam ragam lisan maupun tulis, menyelipkan setumpuk istilah asing –padahal sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Agaknya pemahaman, penghayatan, dan penghargaan kita terhadap bahasa nasional dan negara sendiri belum tumbuh secara maksimal dan proporsional. Padahal, tak henti-hentinya pemerintah menganjurkan untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Bahkan, juga telah menunjukkan perhatian yang cukup besar dan serius dalam upaya menumbuhkembangkan bahasa Indonesia. Melalui “tangan panjang”-nya, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (P3B), pemerintah telah meluncurkan beberapa kaidah kebahasaan baku agar dapat dijadikan sebagai acuan segenap lapisan masyarakat dalam berbahasa Indonesia, seperti Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (EYD), Pedoman Umum pembentukan Istilah (PUPI), Tata Bahasa Indonesia Baku (TBIB), maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Akan tetapi, beberapa kaidah yang telah dikodifikasi dengan susah-payah itu tampaknya belum banyak mendapatkan perhatian masyarakat luas. Akibatnya bisa ditebak. Pemakaian bahasa Indonesia bermutu rendah: kalimatnya rancu dan kacau, kosakatanya payah, dan secara semantik sulit dipahami maknanya. Anjuran untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar seolah-olah hanya bersifat sloganistis, tanpa tindakan nyata dari penuturnya.
Bahasa KeduaMengapa hal itu bisa terjadi? Mengapa masyarakat seolah-olah cuek dan masa bodoh terhadap segala macam kaidah kebahasaan yang telah ditetapkan sebagai acuan?
Menurut hemat penulis, setidaknya dilatarbelakangi oleh dua sebab yang cukup mendasar. Pertama, dalam kehidupan sehari-hari, bahasa Indonesia hanyalah merupakan bahasa kedua setelah bahasa daerah sebagai bahasa ibu. Keadaan semacam ini, paling tidak ikut memengaruhi rendahnya pemahaman, penghayatan, dan penghargaan penutur terhadap bahasa Indonesia, sebab mereka telah terbiasa bertutur dengan menggunakan kerangka berpikir bahasa daerah, sehingga menjadi “gagap” ketika mereka harus menggunakan bahasa Indonesia secara langsung.
Kedua, kesalahan dalam berbahasa Indonesia lolos dari jerat hukum. Tampaknya tak ada sebuah ayat pun dalam hukum kita yang memberikan perhatian terhadap para penutur yang dengan sengaja “merusak” bahasa. Akibatnya, mereka bisa leluasa dalam mempermainkan dan memanipulasi bahasa sesuai dengan selera dan kepentingannya, tanpa ada rasa takut terkena denda atau sanksi apa pun.
Kedua sebab mendasar tersebut diperparah lagi dengan masih banyaknya tokoh masyarakat tertentu yang seharusnya menjadi anutan, tetapi nihil perhatiannya terhadap penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dalam situasi masyarakat paternalistik seperti di negeri kita, keadaan semacam itu jelas sangat tidak menguntungkan, sebab masyarakat akan ikut latah, beramai-ramai meniru bahasa tutur tokoh anutannya sebagai bentuk penghormatan dalam versi lain.
RevitalisasiSelain kondisi yang kurang kondusif semacam itu, bobot dan mutu pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah pun tak henti-hentinya dipertanyakan. Hal ini memang beralasan, lantaran sekolah diyakini sebagai institusi yang diharapkan mampu melahirkan generasi bangsa yang memiliki kebanggaan terhadap bahasa nasional dan negaranya, berkedisiplinan dan berkesadaran tinggi untuk berbahasa yang baik dan benar, serta punya penghargaan yang memadai terhadap bahasa Indonesia.
Namun, yang terjadi hingga saat ini, pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dinilai belum menunjukkan hasil optimal seperti yang diharapkan. Proses pembelajarannya berlangsung timpang; seadanya, tanpa bobot, dan monoton sehingga peserta didik terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku dan membosankan. Singkatnya, pembelajaran bahasa Indonesia masih memprihatinkan hasilnya. Keterampilan berbahasa siswa rendah sehingga tidak mampu mengungkapkan gagasan dan pikirannya secara logis, runtut, dan mudah dipahami.
Keadaan semacam itu jelas sangat memprihatinkan kita semua, sebab –seperti dikemukakan J.S. Badudu (1994)– bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang sangat penting bukan saja karena bahasa Indonesia adalah alat komunikasi yang terpenting dalam masyarakat, melainkan juga karena penguasaan bahasa Indonesia yang baik akan sangat membantu siswa dalam memahami mata pelajaran lain yang menggunakan bahasa Indonesia. Bagaimana mungkin seorang siswa mampu belajar fisika, matematika, biologi, atau kimia, kalau penguasaan bahasanya nol.
Kondisi pembelajaran bahasa Indonesia yang demikian memprihatinkan, mau atau tidak, mengharuskan kita untuk melakukan langkah “revitalisasi”, yaitu dengan menghidupkan dan menggairahkan kembali proses pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah didukung semangat guru yang profesional dan gairah siswa yang terus meningkat intensitasnya dalam belajar dan berlatih berbahasa.
Langkah “revitalisasi” yang mesti ditempuh, di antaranya, pertama, menciptakan dan mengembangkan profesionalisme guru. Upaya menciptakan profesionalisme hendaknya dimulai sejak calon guru menempuh pendidikan di LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Keguruan) agar kelak setelah benar-benar menjadi guru tidak asing lagi dengan dunianya dan siap pakai. Jelas, tuntutan ideal semacam ini bukan tugas yang ringan bagi LPTK, sebab selain harus mampu mencetak lulusan yang punya kemampuan akademik tinggi, juga harus memiliki integritas kepribadian yang kuat dan keterampilan mengajar yang andal.
Kedua, guru hendaknya tidak terlalu banyak dibebani oleh tuntutan kurikulum yang dapat “memasung” kreativitasnya dalam proses pembelajaran. Tujuan pembelajaran bahasa bukanlah untuk menjadikan siswa sebagai ahli bahasa, melainkan sebagai seorang yang dapat menggunakan bahasa untuk keperluannya sendiri, dapat memanfaatkan sebanyak-banyaknya apa yang ada di luar dirinya dari mendengar, membaca, dan mengalami, serta mampu berkomunikasi dengan orang di sekitarnya tentang pengalaman dan pengetahuannya. Ini artinya, guru harus diberikan keleluasaan untuk mengekspresikan kreativitas mengajarnya di kelas sehingga mampu menciptakan atmosfer pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Hal ini bisa terwujud jika kurikulum tidak semata-mata dijadikan sebagai “kitab suci” yang secara “zakelijk” harus diterapkan di kelas, tetapi juga perlu dikembangkan dan dieksplorasi secara kreatif sehingga pembelajaran benar-benar bermakna bagi siswa didik.
Ketiga, buku paket yang “wajib” dipakai hendaknya diupayakan untuk dicarikan buku ajar yang sesuai dengan tingkat kematangan jiwa dan latar belakang sosial-budaya siswa. Hal ini perlu dipikirkan, sebab bahan ajar yang ada dalam buku paket dinilai belum sepenuhnya mampu menarik minat dan gairah siswa untuk terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.
Dan keempat, guru bahasa bahasa hendaknya diberi kebebasan untuk mengembangkan kreativitasnya di sekolah secara bebas dan leluasa, tanpa harus diindoktrinasi dengan berbagai macam bentuk tekanan tertentu yang justru akan menjadi kendala dalam mewujudkan situasi pembelajaran yang ideal.
“Revitalisasi” tersebut hendaknya juga diimbangi pula dengan peran-serta masyarakat agar bisa menciptakan sauasana kondusif yang mampu merangsang siswa untuk belajar dan berlatih berbahasa Indonesia secara baik dan benar, dengan cara memberikan teladan yang baik dalam peristiwa tutur sehari-hari. Demikian pula media massa (cetak/elektronik) hendaknya juga menaruh kepedulian yang tinggi untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah kebahasan yang berlaku.
Jika langkah “revitalisasi” di atas dapat terwujud, tujuan pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah bukan mustahil diraih, anjuran pemerintah untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar kepada seluruh masyarakat pun tidak akan bersifat sloganistis. Bahkan, mungkin pada gilirannya nanti bahasa Indonesia benar-benar akan menjadi bahasa budaya dan bahasa Iptek yang wibawa dan punya prestise tersendiri di era globalisasi, luwes dan terbuka, dan para penuturnya akan tetap bangga dan setia menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi yang efektif di tengah derap peradaban zaman. Sebab, jutaan generasi yang memiliki kebanggaan dan kecintaan terhadap bahasa nasional dan negaranya akan lahir dari sekolah. ***