Aldon

Samosir

Aldon Samosir

Guru dari Kampoeng

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Sabtu, 19 Maret 2011

Sitor Situmorang

Pria Batak kelahiran Harianboho, Samosir, Sumatera Utara 2 Oktober 1924 ini sudah menjadi seorang Pemimpin Redaksi harian Suara Nasional terbitan Sibolga, pada saat usianya masih sangat belia 19 tahun, di tahun 1943. Padahal, sebelumnya ia sama sekali belum pernah bersentuhan dengan profesi jurnalistik.
Sastrawan Angkatan ’45, ini kemudian bergabung dengan Kantor Berita Nasional Antara, di Pematang Siantar. Dan sejak tahun 1947, atas permintaan resmi dari Menteri Penerangan Muhammad Natsir, Sitor menjadi koresponden Waspada, sebuah harian lokal terbitan kota Medan, Sumatera Utara. Ia ditugaskan menempati pos di Yogyakarta.
Jika di kemudian hari persepsi tentang diri Sitor Situmorang identik sebagai sastrawan Angkatan ’45 yang kritis, bahkan menjadi susah memilah-milah apakah ia seorang sastrawan, wartawan, atau politisi, agaknya bermula dari kisah sukses besarnya sebagai wartawan saat berlangsung Konferensi Federal di Bandung, tahun 1947.
Hadir bermodalkan tuksedo pinjaman dari Rosihan Anwar, saat itu nama wartawan muda berusia 23 tahun, Sitor, sangat begitu fenomenal bahkan menjadi buah bibir hingga ke tingkat dunia. Ia berhasil melakukan wawancara dengan Sultan Hamid, tokoh negara federal bentukan Negeri Belanda yang sekaligus menjadi ajudan Ratu Belanda.
Sultan Hamid adalah orang yang diplot menjadi tokoh federal, tentu dengan maksud untuk memecah-belah keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi terdiri berbagai negara boneka dalam wadah negara federal.
Kisah suksesnya bukan sekedar karena berhasil menembus nara sumber Sultan Hamid. Materi wawancara itu sendirilah yang memang lebih menarik. Sebab, kepada Sultan Hamid Sitor berkesempatan menanyakan, ’bagaimana pendapatnya tentang negara Indonesia’, dan uniknya dia jawab dengan, ’oh terang Republik itu ada, dan tidak bisa dianggap tidak ada’.
Esok harinya isi wawancara itu menjadi headline dan semua kantor berita asing mengutipnya. Peristiwa ini terjadi justru sebelum konferensi resmi dimulai, sehingga sudah ada gong awal yang memantapkan eksistensi NKRI.
Ultah 80
Menjelang usia genap 80 tahun Sitor mempersiapkan perayaan ulang tahun dengan matang. Ia merayakannya di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, antara lain dengan memamerkan puluhan kumpulan puisi dan berbagai dokumentasi tentang kontribusinya dalam peta perjalanan sastra dan politik di Tanah Air.
Bahkan, beberapa hari sebelumnya, 27 September 2004 ia memperkenalkan karya-karya puisinya yang belum pernah dikenal orang. Apakah itu barupa puisi karya terbaru, atau puisi lama namun sama sekali belum pernah dikenal orang. Maklum, siklus kepenyairan Sitor Situmorang, yang menikah untuk yang kedua kalinya dengan seorang diplomat berkewarnegaraan Belanda Barbara Brouwer, yang memberinya satu orang anak, Leonard, sudah berbilang setengah abad lebih. Dari istri pertama almarhum Tiominar, dia mempunyai enam orang anak, yakni Retni, Ratna, Gulon, Iman, Logo, dan Rianti.
Semenjak tahun 1950-an karya-karya sastranya sudah mengalir ringan begitu saja. Sitor pada tahun 1950-an itu pulang dari Eropa sebagai wartawan, lalu memutuskan berhenti dan bergiat sebagai sastrawan. Kumpulan puisi pertamanya terbit tahun 1953, diterbitkan oleh Poestaka Rakjat pimpinan Sutan Takdir Alisjahbana (STA).
Dia begitu hafal setiap karya puisinya. Malah, beberapa orang sahabat sesama sastrawan, seperti almarhum Arifin C. Noor, W.S. Rendra, maupun sastrawan asal Madura Zawawi, menyapanya dengan melafalkan petikan puisi karya Sitor sebagai sapaan salam. Dari lafal petikan itu pula Sitor kenal siapa nama dan identitas orang yang menyapanya.
Beragam karya sastra Sitor yang sudah diterbitkan, antara lain Surat Kertas Hijau (1953), Dalam Sajak (1955), Wajah Tak Bernama (1955), Drama Jalan Mutiara (1954), cerpen Pertempuran dan Salju di Paris (1956), dan terjemahan karya dari John Wyndham, E Du Perron RS Maenocol, M Nijhoff. Karya sastra lain, yang sudah diterbitkan, antara lain puisi Zaman Baru (1962), cerpen Pangeran (1963), dan esai Sastra Revolusioner (1965).
Esai Sastra Revolusioner inilah yang mengakibatkan Sitor Situmorang harus mendekam di penjara Gang Tengah Salemba (1967-1975), Jakarta tanpa melalui proses peradilan. Ia dimasukkan begitu saja ke dalam tahanan dengan tuduhan terlibat pemberontakan. Selain karena isi esai Sastra Revolusioner sarat dengan kritik-kritik tajam, posisi mantan anggota MPRS ini ketika itu sebagai Ketua Umum Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN) periode 1959-1965, sebuah lembaga kebudayaan di bawah naungan PNI, membuat rezim merasa berkepentingan untuk “menghentikan” kreativitas Sitor.
Karenanya ia dengan ringan menyebutkan, “Mungkin karena saya anti-Soeharto saja,” sebagai alasan kenapa ia harus mendekam di penjara Salemba selama delapan tahun berturut-turut. Hingga keluar tahanan Sitor tak pernah tahu apa kesalahannya.
Kepada Sitor tak diizinkan masuk tahanan membawa pulpen atau kertas. Namun, walau berada dalam penjara Sitor tetap berkarya. “Tidak ada orang yang bisa melarang saya untuk menulis,” ucapnya tentang keteguhan hatinya untuk tetap berkarya dalam kondisi dan situasi tertekan seberat apapun, termasuk ketika terkungkung oleh tembok-tembok beton penjara.
Ia berhasil merilis dua karya sastra, yang berhasil ia gubah selama dalam tahanan, yakni Dinding Waktu (1976) dan Peta Perjalanan (1977). Kedua karya itu diluncurkan masih dalam status Sitor tidak bebas murni 100 persen sebab ketika kemudian dibebaskan, Sitor lagi-lagi harus menjalani tahanan rumah selama dua tahun.
Sitor akhirnya memilih menetap di luar negeri, terutama Kota Paris yang disebutnya sudah sebagai desa keduanya setelah Harianboho. Harianboho, yang terletak persis di bibir-mulut pinggiran Tanau Toba nan indah, itu punya arti spesifik dalam diri Sitor. Paris yang megah boleh menjadi desa kedua. Namun Harianboho tetaplah satu-satunya kampung halaman bagi Sitor.
Sejak tahun 1981 Sitor diangkat menjadi dosen di Universitas Leiden, Belanda. Sepuluh tahun kemudian pensiun pada tahun 1991. Selama dalam pengembaraan ia tetap produktif berkarya. Maklum, menulis baginya sudah seperti berolahraga. Jika tak menulis dirasakannya badan gemetaran.
“Kalau tidak menulis badan saya malah gemetaran. Bagi saya menulis adalah olahraga”, ujar pria Batak yang walau lama mengembara di luar negeri namun masih saja selalu kental dengan logat Bataknya. Kekentalan logat ini membuat banyak orang kecele, menilai Sitor sebagai seorang yang berkesan galak dan saklijk, tak ada kompromi.
Padahal ia adalah seorang lelaki tua periang yang jarang mengeluh perihal kemampuan fisiknya yang sudah menua. Pada usai 80 tahun ia masih dengan mudah melewati lantai berundak yang terdapat di kamar tidurnya tanpa bantuan tongkat sedikitpun.
Ia malah menyebut dirinya sudah seharusnya tampil sebagai “Kepala Suku”, jika saja konsep dan sistem tata nilai lama adat Batak itu diberlakukan kembali. Kalaupun istilah dan sebutan kepala suku adat Batak sudah lama dihapus, namun, dalam dunia sastra khususnya Angkatan ’45 Sitor Situmorang tak pelak lagi adalah “Kepala Suku” Sastrawan Angkatan ’45. Bukan hanya karena ia sastrawan Angkatan ’45 yang masih hidup, namun hasil karyanya ikut menunjukkan siapa jati diri dia yang sesungguhnya.
Selama melanglang buana di berbagai negara, antara lain di Pakistan, Perancis, dan Belanda ia menghasilkan beragam karya-karya pengembaraan. Antara lain berupa cerpen Danau Toba (1981), Angin Danau (1982), cerita anak-anak Gajah, Harimau, dan Ikan (1981), Guru Simailang dan Mogliani Utusan Raja Rom (1993), Toba Na Sae (1993).
Kemudian, karya sastra esai yang mengetengahkan tinjauan sejarah dan antropologi, berjudul Bloem op een rots dan Oude Tijger (1990) yang sudah diterjemahkan dan dibukukan dalam bahasa Belanda, To Love, To Wonder (1996) diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Paris Ia Nuit (2001) diterjemahkan dalam enam bahasa yakni Bahasa Perancis, Cina, Italia, Jerman, Jepang, dan Rusia.
Sejak tahun 2001 Sitor Situmorang kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi, Indonesia mengikuti istrinya Barbara Brouwer yang kebetulan mendapat tugas di Jakarta. Walau dua pertiga dari usianya dihabiskannya di negeri orang, para sahabat, kolega, teman sejawat, seniman, sastrawan, dan budayawan lain tidak pernah menganggap Sitor sebagai “anak yang hilang”.
Mereka, seperti Adjip Rosidi, Onghokham, Fuad Hasan, Djenar Maesa Ayu, Ramadhan KH, Richard Oh, Rieke Diah Pitaloka, Sitok Srengenge, HS. Dillon, Teguh Ostenrijk, Srihadi Soedarsono, dan Antonio Soriente, tetap menyambut hangat kepulangan Sitor Situmorang. Mereka, menganggap tak beda seperti menemukan teman yang sudah lama tak berjumpa.
Sitor memang mempunyai pergaulan yang sangat luas di mancanegara seperti di Belanda, Jerman, Italia, dan Inggris seluas pengenalan masyarakat Indonesia terhadapnya. Padahal, jika ditelisik jauh ke belakang belajar menulis bagi Sitor berlangsung secara otodidak saja selepas bersekolah AMS di Jakarta. Pilihannya menjadi penulis pun berawal dari keterlibatan dirinya sebagai wartawan Waspada sebuah harian lokal terbitan Kota Medan, Sumatera Utara.
Sebagai wartawan tahun 1950-an ia pulang dari Eropa, kemudian berhenti dan memutuskan diri menjadi penyair. Itulah awal kekreativitasan Sitor Situmorang sebagai sastrawan secara intens. Sebelumnya, tahun 1943 untuk pertama kali ia memang sudah menuliskan sebuah puisi, berjudul Kaliurang dimuat di majalah Siasat pimpinan “Sang Paus Sastra Indonesia” HB Jassin. Sedangkan, kumpulan puisi pertama Sitor Situmorang baru terbit tahun 1953, persis setelah sepulangnya dari Eropa. Ketika itu ia secara kebetulan bertemu dengan Sutan Takdir Alisjahbana (STA), yang waktu itu memiliki penerbit Pustaka Rakjat, lalu menerbitkan kumpulan puisi Sitor.
Sitor adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang secara sadar mengatakan diri turut berpolitik. Ketika Waspada menugaskannya menempati pos di Yogyakarta, membuatnya berkesempatan berkenalan dengan “Bapak-bapak Republik”, ini istilah Sitor Situmorang sendiri untuk menyebutkan orang-orang yang dimaksudkannya seperti Bung Karno, Bung Hatta, serta para pimpinan Partai Nasional Indonesia (PNI), telah memperkaya daya juang kreativitas sastranya dengan warna baru politik. Sitor bahkan pernah diangkat menjadi anggota MPRS.

Taufiq Ismail

Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan. Pada tahun 1956–1957 ia memenangkan beasiswa American Field Service Interntional School guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan pertama dari Indonesia.

Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun1963. Pada tahun 1971–1972 dan 1991–1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Ia juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya.

Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960–1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960–1962).
Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.

Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966). Sampai sekarang ini ia memimpin majalah itu.

Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968–1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).

Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.

Hasil karya:

1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
2. Benteng, Litera ( 1966)
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972)
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
5. Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976)
6. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
7. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993)
8. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995)
9. Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995)
10. Seulawah — Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995)
11. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (1998)
12. Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001)
13. Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002)

Karya terjemahan:
1. Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960)
2. Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962)
3. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964)

Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah menghasilkan sebanyak 75 lagu.

Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina.

Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukannnya, antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-56), bersama S.N. Ratmana merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-86), Pendiri Badan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya (1985) dan kini menjadi ketuanya, serta bekerja sama dengan badan beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran pelajar. Pada tahun 1974–1976 ia terpilih sebagai anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York.

Ia juga membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). Dalam kampanye antinarkoba ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba” dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” dan digubah Ian Antono). Dalam kegiatan itu, bersama empat tokoh masyarakat lain, Taufiq mendapat penghargaan dari Presiden Megawati (2002).

Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah Horison.

Anugerah yang diterima:

1. Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970)
2. Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977)
3.South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994)
4. Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994)
5. Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor,
Malaysia (1999)
6. Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003)

Taufiq Ismail menikah dengan Esiyati Yatim pada tahun 1971 dan dikaruniai seorang anak laki-laki, Bram Ismail. Bersama keluarga ia tinggal di Jalan Utan Kayu Raya 66-E, Jakarta 13120.
Telepon (021) 8504959
Faksimile (021) 8583190

Kamis, 17 Maret 2011

Kabupaten Simalungun

Kabupaten Simalungun adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara, Indonesia. Bupatinya saat ini adalah DR. Jopinus Ramli Saragih S.H M.M yang sedang bertugas untuk masa bakti 2010–2015. Wakil Bupati Hj.Nuriaty Damanik S.H .

Ibu kota kabupaten telah resmi berpindah ke Pematang Raya pada tanggal 23 Juni 2008[1] dari Kota Pematangsiantar yang telah menjadi daerah otonom, setelah tertunda selama beberapa waktu.
Daftar isi
[sembunyikan]

* 1 Geografi
o 1.1 Batas wilayah
* 2 Potensi Ekonomi
* 3 Pranala luar
* 4 Catatan

[sunting] Geografi

Kabupaten ini memiliki 30 kecamatan dengan luas 438.660 ha atau 6,12 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Tanah Jawa dengan luas 49.175 ha, sedangkan yang paling kecil luasnya adalah Kecamatan Dolok Pardamean dengan luas 9.045 ha. Keseluruhan kecamatan terdiri dari 306 desa dan 17 kelurahan. Di Kabupaten ini juga terdapat sebuah universitas, yaitu Universitas Simalungun, tepatnya di Jalan Sisingamangaraja.
[sunting] Batas wilayah
Utara Kabupaten Serdang Bedagai
Selatan Kabupaten Toba Samosir
Barat Kabupaten Karo
Timur Kabupaten Asahan
[sunting] Potensi Ekonomi

Potensi ekonomi kabupaten Simalungun sebagian besar terletak pada produksi pertaniannya. Produksi lainnya termasuk tanaman pangan, perkebunan, pertanian lainnya, industri pengolahan serta jasa.

Produksi Padi di Kabupaten Simalungun merupakan produksi terbesar kedua di Sumatera Utara pada tahun 2003 sesudah Kabupaten Deli Serdang.[2]

Produksi Kelapa sawit dari perkebunan yang ada di kabupaten ini menjadi komoditas utama, kedua terbesar di Sumatera Utara setelah Kabupaten Labuhanbatu (2001)[2].

Selain memproduksi Kelapa Sawit, perkebunan rakyat di Simalungun juga menghasilkan Karet dan Cokelat, selain Teh (Kecamatan Raya dan Sidamanik) yang jumlah produksinya semakin menurun. Penjualan hasil tani Karet dibantu oleh kehadiran PT Good Year Sumatra Plantations (didirikan 1970) yang biarpun memiliki perkebunan sendiri tetapi tetap menampung hasil perkebunan rakyat dan mengolahnya menjadi bahan setengah jadi sebelum menjualnya ke luar daerah.

Kabupaten Toba Samosir

Kabupaten Toba Samosir adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia.

Kabupaten ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandailing Natal, di Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir ini merupakan pemekaran dari daerah tingkat II Kabupaten Tapanuli Utara.
[sunting] Batas wilayah
Utara Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun
Selatan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan
Barat Kabupaten Samosir dan Danau Toba
Timur Kabupaten Asahan dan Kabupaten Labuhanbatu
[sunting] Kecamatan

1. Ajibata
2. Balige
3. Bor Bor
4. Habinsaran
5. Lagu Boti
6. Lumban Julu
7. Nassau
8. Pintu Pohan Meranti
9. Porsea
10. Siantar Narumonda
11. Sigumpar
12. Silaen
13. Tampahan
14. Uluan
15. Parmaksian
16. Bonatua Lunasi

Parapat Girsang Sipangan Bolon

Parapat (disebut pula Prapat), adalah sebuah kota tujuan wisata di tepi Danau Toba, tepatnya berada di wilayah Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, berjarak sekitar 48 km dari Kota Pematangsiantar. Parapat menjadi salah satu titik persinggahan penting dari Jalan Raya Lintas Sumatera bagian barat yang menghubungkan Medan dengan Padang.

Di Parapat banyak bertaburan hotel-hotel berbintang maupun bungalow-bungalow sejenis wisma penginapan yang menampung turis-turis domestik maupun mancanegara yang berpesiar ke Danau Toba.

Dari Parapat sendiri ada pelabuhan feri yang melayani perhubungan air ke Pulau Samosir tepatnya ke pelabuhan Ajibata. Bila tidak melalui Parapat, maka untuk mencapai Pulau Samosir lewat perhubungan darat seseorang harus mengitari tepian Danau Toba sampai ke Pangururan karena di sanalah Pulau Samosir berhubungan dengan daratan Pulau Sumatera.

Parapat sangat terkenal dengan keindahan danau tobanya. Kota ini menjadi objek wisata terkenal di Sumatera Utara. Bahkan, di era 1990-an, tepatnya sebelum tahun 1997, kota ini menjadi destinasi favorit para turis-turis luar negeri, terutama berasal dari Belanda, Malaysia, Singapura, Jerman, Jepang, Korea, bahkan ada juga yang berasal dari Amerika. Namun, pada tahun 1997, terjadi gejolak krisis moneter yang membuat para turis menjadi enggan berwisata ke tempat ini.

Pulau Samosir

Akses yang kurang menjadi satu dari sekian banyak hal yang menghambat perkembangan wisata di Samosir. Untuk mencapai pulau ini cukup memakan waktu.

Alunan lagu O Tao Toba dan Samosir yang dilantunkan Bonar Gultom di acara pembukaan Pesta Bolon awal Juli di Samosir melukiskan keindahan Danau Toba dan Pulau Samosir. Bisa dikatakan Danau Toba dan Samosir merupakan satu paket. Kurang lengkap rasanya bila berwisata ke Danau Toba tetapi tidak berkunjung ke Pulau Samosir.

Pulau Samosir adalah pulau yang berada di tengah-tengah Danau Toba di Sumatera Utara. Suatu pulau dengan ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Samosir menjadi kabupaten pada Januari 2004. Sebelumnya, pulau ini merupakan bagian dari Kabupaten Toba Samosir. Terdiri atas 9 kecamatan, yaitu Pangururan (Ibu Kota Kabupaten), Harian, Sianjur Mulamula, Nainggolan, Onan Runggu, Palipi, Ronggur Nihuta, Simanindo, dan Sitio-Tio.

Masing-masing kecamatan memiliki objek wisata, yang bila dikelola dengan baik akan mendatangkan nilai tambah bagi pulau yang berpenduduk 131.000 jiwa. Namun, sayang potensi wisata itu belum dikelola maksimal. Alhasil, yang tampak dalam kunjungan SP baru-baru ini ke daerah itu adalah Samosir yang sepi. Padahal Juni dan Juli merupakan waktu libur.

Kesan kurang terawat dan pegunungannya yang gundul terlihat di berbagai tempat di lokasi wisata. Cuaca yang terik akhir-akhir ini semakin mengesankan kegersangan di tanah asal Suku Batak ini. Kondisi yang gersang dengan mata pencaharian utama bertani serta akses yang kurang membuat Samosir kurang berkembang dibanding tempat wisata lain. Tidak mengherankan, penduduk setempat banyak yang merantau ke luar Samosir. Menurut Bupati Samosir Mangindar Simbolon, sebagian besar lulusan SMA meninggalkan Samosir untuk mencari pekerjaan demi kehidupan yang lebih baik.

Akses yang kurang menjadi satu dari sekian banyak hal yang menghambat perkembangan wisata di Samosir. Untuk mencapai pulau ini cukup memakan waktu. Perjalanan Jakarta ke Medan memakan waktu dua jam penerbangan, dilanjutkan dengan perjalanan darat memakan waktu empat jam dari Medan ke Parapat, dan menggunakan kapal feri 45 menit dari Dermaga Ajibata, maka seorang wisatawan membutuhkan waktu lebih dari tujuh jam. Waktu tempauh 45 menit akan lebih singkat menjadi 10 menit bila menggunakan speed boat.

Tanah Leluhur

10samosi.gif Pulau Samosir diyakini sebagai daerah asal orang Batak. Pasalnya, di pulau ini tepatnya di Pusuk Buhit Kecamatan Sianjur Mulamula merupakan asal orang Batak. Pusuk Buhit merupakan perbukitan dengan ketinggian lebih dari 1.800 meter di atas permukaan Danau Toba. Perbukitan ini dipercaya sebagai alam semesta atau “Mulajadi Nabolon” (Tuhan Yang Maha Esa) menampakkan diri. Di kecamatan ini ada Desa Sianjur Mulamula yang merupakan perkampungan pertama kelompok masyarakat Batak.

Desa ini berada di kaki bukit Pusuk Buhit. Di desa ini terdapat cagar budaya berupa miniatur Rumah Si Raja Batak. Sebagai informasi, sebutan Raja Batak bukan karena posisi sebagai raja dan memiliki daerah pemerintahan, melainkan lebih pada penghormatan keturunan Batak terhadap nenek moyang Suku Batak. Informasi yang beredar menyebut, Raja Batak berasal dari Thailand melalui Semenanjung Malaysia, Sumatera hingga tiba di Sianjurmulamula. Informasi lain menyebut Raja Batak berasal dari India melalui daerah Barus atau Alas Gayo hingga sampai ke Danau Toba.

Di perkampungan Sianjurmulamula, ada bangunan rumah semitradisional Batak, yang merupakan rumah panggung terbuat dari kayu, tanpa paku, dilengkapi tangga, dan atap seng. Rumah Batak asli atapnya dari ijuk. Di atas perkampungan terdapat wisata Batu Hobon. Batu ini merupakan peti terbuat dari batu yang dibuat oleh keturunan Raja Batak, Saribu Raja yang merupakan pandai besi ratusan tahun lalu. Di dalam peti batu ini disimpan kekayaan Saribu Raja, yang oleh masyarakat setempat saat ini tak seorang pun berhasil membuka tutup peti.

Di atas Batu Hobon terdapat Sopo Guru Tatea Bulan yang dibangun tahun 1995 oleh Dewan Pengurus Pusat Punguan Pomparan Guru Tatea Bulan. Bangunan ini terdapat di Bukit Sulatti (di bawah Pusuk Buhit), dan di dalam bangunan terdapat sejumlah patung keturunan Raja Batak berikut dengan patung sejumlah kendaraan si Raja Batak dan pengawalnya. Kendaraan itu antara lain naga, gajah, singa, harimau dan kuda. Jejak sejarah di Tanah Batak itu yang sering dilupakan pemerintah.
Foto oleh : SP/Ignatius Liliek

Silsilah Si Raja Batak

Konon di atas langit (banua ginjang, nagori atas) adalah seekor ayam bernama Manuk Manuk Hulambujati (MMH) berbadan sebesar kupu-kupu besar, namun telurnya sebesar periuk tanah. MMH tidak mengerti bagaimana dia mengerami 3 butir telurnya yang demikian besar, sehingga ia bertanya kepada Mulajadi Na Bolon (Maha Pencipta) bagaimana caranya agar ketiga telur tsb menetas.
Mulajadi Na Bolon berkata, “Eramilah seperti biasa, telur itu akan menetas!” Dan ketika menetas, MMH sangat terkejut karena ia tidak mengenal ketiga makhluk yang keluar dari telur tsb. Kembali ia bertanya kepada Mulajadi Nabolon dan atas perintah Mulajadi Na Bolon, MMH memberi nama ketiga makhluk (manusia) tsb:

1. Yang pertama lahir diberi nama TUAN BATARA GURU
2. Yang kedua OMPU TUAN SORIPADA
3. Yang ketiga OMPU TUAN MANGALABULAN

Ketiganya adalah lelaki.
Setelah ketiga putranya dewasa, ia merasa bahwa mereka memerlukan seorang pendamping wanita. MMH kembali memohon dan Mulajadi Na Bolon mengirimkan 3 wanita cantik:

1. SIBORU PAREME untuk istri Tuan Batara Guru, yang melahirkan 2 anak laki laki diberi nama TUAN SORI MUHAMMAD, dan DATU TANTAN DEBATA GURU MULIA dan 2 anak perempuan kembar bernama SIBORU SORBAJATI dan SIBORU DEAK PARUJAR.
2. Anak kedua MMH, Tuan Soripada diberi istri bernama SIBORU PAROROT yang melahirkan anak laki-laki bernama TUAN SORIMANGARAJA
3. Anak ketiga, Ompu Tuan Mangalabulan, diberi istri bernama SIBORU PANUTURI yang melahirkan TUAN DIPAMPAT TINGGI SABULAN.

Dari pasangan Ompu Tuan Soripada-Siboru Parorot, lahir anak ke-5 namun karena wujudnya seperti kadal, Ompu Tuan Soripada menghadap Mulajadi Na Bolon (Maha Pencipta). “Tidak apa apa, berilah nama SIRAJA ENDA ENDA,” kata Mulajadi Na Bolon. Setelah anak-anak mereka dewasa, Ompu Tuan Soripada mendatangi abangnya, Tuan Batara Guru menanyakan bagaimana agar anak-anak mereka dikawinkan.
“Kawin dengan siapa? Anak perempuan saya mau dikawinkan kepada laki-laki mana?” tanya Tuan Batara Guru.
“Bagaimana kalau putri abang SIBORU SORBAJATI dikawinkan dengan anak saya Siraja Enda Enda. Mas kawin apapu akan kami penuhi, tetapi syaratnya putri abang yang mendatangi putra saya,” kata Tuan Soripada agak kuatir, karena putranya berwujud kadal.
Akhirnya mereka sepakat. Pada waktu yang ditentukan Siboru Sorbajati mendatangai rumah Siraja Enda Enda dan sebelum masuk, dari luar ia bertanya apakah benar mereka dijodohkan. Siraja Enda Enda mengatakan benar, dan ia sangat gembira atas kedatangan calon istrinya. Dipersilakannya Siboru Sorbajati naik ke rumah. Namun betapa terperanjatnya Siboru Sorbajati karena lelaki calon suaminya itu ternyata berwujud kadal. Dengan perasaan kecewa ia pulang mengadu kepada abangnya Datu Tantan Debata.
“Lebih baik saya mati daripada kawin dengan kadal,” katanya terisak-isak.
“Jangan begitu adikku,” kata Datu Tantan Debata. “Kami semua telah menyetujui bahwa itulah calon suamimu. Mas kawin yang sudah diterima ayah akan kita kembalikan 2 kali lipat jika kau menolak jadi istri Siraja Enda Enda.”
Siboru Sorbajati tetap menolak. Namun karena terus-menerus dibujuk, akhirnya hatinya luluh tetapi kepada ayahnya ia minta agar menggelar “gondang” karena ia ingin “manortor” (menari) semalam suntuk.
Permintaan itu dipenuhi Tuan Batara Guru. Maka sepanjang malam, Siboru Sorbajati manortor di hadapan keluarganya. Menjelang matahari terbit, tiba-tiba tariannya (tortor) mulai aneh, tiba-tiba ia melompat ke “para-para” dan dari sana ia melompat ke “bonggor” kemudian ke halaman dan yang mengejutkan tubuhnya mendadak tertancap ke dalam tanah dan hilang terkubur!
Keluarga Ompu Tuan Soripada amat terkejut mendengar calon menantunya hilang terkubur dan menuntut agar Keluarga Tuan Batara Guru memberikan putri ke-2 nya, Siboru Deak Parujar untuk Siraja Enda Enda.
Sama seperti Siboru Sorbajati, ia menolak keras. “Sorry ya, apa lagi saya,” katanya. Namun karena didesak terus, ia akhirnya mengalah tetapi syaratnya orang tuanya harus menggelar “gondang” semalam suntuk karena ia ingin “manortor” juga. Sama dengan kakaknya, menjelang matahari terbit tortornya mulai aneh dan mendadak ia melompat ke halaman dan menghilang ke arah laut di benua tengah (Banua Tonga). Di tengah laut ia digigit lumba-lumba dan binatang laut lainnya dan ketika burung layang-layang lewat, ia minta bantuan diberikan tanah untuk tempat berpijak. Sayangnya, tanah yang dibawa burung layang-layang hancur karena digoncang NAGA PADOHA. Siboru Deak Parujar menemui Naga Padoha agar tidak menggoncang Banua Tonga.

“OK,” katanya. “Sebenarnya aku tidak sengaja, kakiku rematik. Tolonglah sembuhkan.”

Siboru Deak Parujar berhasil menyembuhkan dan kepada Mulajadi Na Bolon dia meminta alat pemasung untuk memasung Naga Padoha agar tidak mengganggu. Naga Padoha berhasil dipasung hingga ditimbun dengan tanah dan terbenam ke benua tengah (Banua Toru). Bila terjadi gempa, itu pertanda Naga Padoha sedang meronta di bawah sana.
Alkisah, Mulajadi Na Bolon menyuruh Siboru Deak Parujar kembali ke Benua Atas. Karena lebih senang tinggal di Banua Tonga (bumi), Mulajadi Na Bolon mengutus RAJA ODAP ODAP untuk menjadi suaminya dan mereka tinggal di SIANJUR MULA MULA di kaki gunung Pusuk Buhit. Dari perkawinan mereka lahir 2 anak kembar :

1. RAJA IHAT MANISIA (laki-laki).
2. BORU ITAM MANISIA (perempuan).

Tidak dijelaskan Raja Ihat Manisia kawin dengan siapa, ia mempunyai 3 anak laki laki:

1. RAJA MIOK MIOK.
2. PATUNDAL NA BEGU
3. AJI LAPAS LAPAS

Raja Miok Miok tinggal di Sianjur Mula Mula, karena 2 saudaranya pergi merantau karena mereka berselisih paham. Raja Miok Miok mempunyai anak laki-laki bernama ENGBANUA, dan 3 cucu dari Engbanua yaitu:

1. RAJA UJUNG.
2. RAJA BONANG BONANG.
3. RAJA JAU.

Konon Raja Ujung menjadi leluhur orang Aceh dan Raja Jau menjadi leluhur orang Nias. Sedangkan Raja Bonang Bonang (anak ke-2) memiliki anak bernama RAJA TANTAN DEBATA, dan anak dari Tantan Debata inilah disebut SI RAJA BATAK, YANG MENJADI LELUHUR ORANG BATAK DAN BERDIAM DI SIANJUR MULA MULA DI KAKI GUNUNG PUSUK BUHIT!
HORAS

Minggu, 13 Maret 2011

Riwayat


Aldon Samosir dilahirkan di Girsang Kecamatan Girsang Sipangan Bolon Parapat, Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara  pada tanggal 24 Desember 1971. Ayah bernama St. M. Samosir dan ibu bernama D. Br. Sinaga. Ayah seorang pensiunan Karani/penjaga sekolah SD Bonandolok Girsang, sementara ibu sehari-harinya sebagai petani tradisional. Aldon Samosir adalah anak pertama dari 6 bersaudara. Adik-adiknya yaitu
1.      Martualim Samosir sekarang tinggal di Girsang (dulu sempat menjadi supervisor pada PT Matahari Putra) telah berkeluarga dengan br. Situmorang. Sekarang mempunyai Anak 2 orang yaitu Ella dan Edo.
2.      Adi Samosir  Sekarang Tinggal di Surabaya bekerja di PT Holchim, telah menikah dengan br. Gultom. Anak-anak Jeptayes dan Morauli
3.      Midiantina  Samosir tinggal di Pontianak, menikah dengan M. Sinaga seorang anggota polisi yang bertugas di Polda Kalimantan Barat, anak:  Taraja
4.      Marni Yerliati Samosir Sekarang tinggal di Pematang Siantar, menikah dengan R. Simanjuntak, seorang Guru Jemaat HKBP yang sekarang sedang mengikuti tugas belajar di STT HKBP Pematang Siantar
5.      Gurbasa Samosir, tinggal di Jakarta. Bekerja sebagai anggota Kopassus lulusan Akmil Tahun 2004

Aldon Samosir, SPd. lulus Sekolah Dasar Tahun 1984 dari SD Negeri 2 Girsang, lulus  SMP Negeri 2 Parapat tahun 1987. Berkat cita-cita dan obsesi orang tua yang bekerja sebagai pesuruh, akhirnya melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pendidikan Guru Negeri Pematang Siantar. “ Saya seorang penjaga SD, kelak guru SD kami sangat bangga” Amanah orang tua tidak serta merta diterimanya dengan ikhlas, namun lambat laun  disadari bahwa obsesi orang tua adalah amanah yang harus dilaksanakan. Akhirnya lulus SPG Negeri Pematang Siantar Tahun 1990.

Sedikitpun tidak ada niat  melanjut ke perguruan tinggi meski sudah ada  isu rekurtmen Guru SD harus lulusan Program DII PGSD. Ketidakinginan itu disebakan pemikiran untuk  mengedepankan adik-adiknya untuk mengecap pendidikan yang lebih tinggi. Tetapi setelah dua tahun hidup  membantu orang tua di kampung halaman, akhirnya
tahun 1992  memulai pendidikan di Jurusan Bahasa Indonesia IKIP Medan. Tahun 1994 mendapat beasiswa Ikatan Dinas dari Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Lulus IKIP Medan Tahun 1996. Sempat bekerja di beberapa lembaga pendidikan sampai akhirnya bekerja sebagai guru SM Negeri 2 Balige Tahun 1998.


Pada Tahun 2000 menikah dengan Duma Tambunan, sehari hari bekerja sebagai staf Puskesmas Tampahan, Anak dari M. Tambunan/ M. Br. Sianipar dari Desa Pagaraji Kecamatan Balige. Sampai saat ini mempunyai tiga orang anak yakni :
  1. Mikhalindo Samosir, perempuan, saat ini masih duduk di bangku kelas IV SD St Fransisco Balige

  2. Aristodo Samosir, Laki-laki, saat ini masih duduk di bangku kelas I SD St. Fransisco Balige

  3. Tessalonika Samosir, Perempuan, saat ini mengikuti pendidikan anak usia dini di TK Katolik Balige



Rabu, 09 Maret 2011

Keluarga

Lahir di Girsang pada tanggal 24 Desember 1971
Nama Ayah :  St. M. Samosir
Nama Ibu    : D. br. Sinaga

Adik-

Pengalaman Kegiatan di Lingkungan PEMKAB Toba Samosir

Sekretaris Panitia Sanggar MGMP SMA Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007
Ketua Juri Penilaian Naskah Kegiatan Lomba Kreasi dan karya tulis ilmiah oleh Dinas Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Toma Samosir Tahun 2007
Ketua Juri Lomba Pidato pada PORSENI Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007
Ketua Juri Lomba Baca Puisi pada PORSENI Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007
Juri Lomba Mengarang dalam Acara Tahunan PKK Kabupaten Toba Samosir Tahun 2005
Juri Lomba Berpidato  dalam Acara Tahunan PKK Kabupaten Toba Samosir Tahun 2006
Juri LPIR Tingkat Kabupaten Toba Samosir Tahunn 2007
Juri Lomba Penyuluhan dalam Acara Tahunan PKK Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007
Juri Lomba Mengarang  dalam Acara Tahunan PKK Kabupaten Toba Samosir Tahun 2008

Pengalaman Kegiatan di Lingkungan PEMKAB Toba Samosir

Sekretaris Panitia Sanggar MGMP SMA Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007
2.       Ketua Juri Penilaian Naskah Kegiatan Lomba Kreasi dan karya tulis ilmiah oleh Dinas Pemuda dan Olah Raga Kabupaten Toma Samosir Tahun 2007
3.       Ketua Juri Lomba Pidato pada PORSENI Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007
4.       Ketua Juri Lomba Baca Puisi pada PORSENI Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007
5.       Juri Lomba Mengarang dalam Acara Tahunan PKK Kabupaten Toba Samosir Tahun 2005
6.       Juri Lomba Berpidato  dalam Acara Tahunan PKK Kabupaten Toba Samosir Tahun 2006
7.       Juri LPIR Tingkat Kabupaten Toba Samosir Tahunn 2007
8.       Juri Lomba Penyuluhan dalam Acara Tahunan PKK Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007
9.       Juri Lomba Mengarang  dalam Acara Tahunan PKK Kabupaten Toba Samosir Tahun 2008

Pengalaman Mendapat Tugas Tambahan di SMA Negeri 2 Balige



1.       Wali Kelas Tahun 1999 – 2006
2.       Pembina Bahasa dan Sastra /Mading Tahun 2000 – 2008
3.       Koordinator Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Tahun 2007 – sekarang
4.       Wakil Kepala Sekolah Urusan Humas Tahun 2008 – 2010
5.       Wakil Kepala Sekolah Urusan Perencanaan dan Program – sekarang
6.       Anggota Panitia PSB Tahun 2004
7.       Sekretaris Panitia Natal SMA Negeri 2 Balige Tahun 2005
8.       Sekretaris Panitia MOS Tahun 2007

Pengalaman Mendapat Tugas Tambahan di SMA Negeri 2 Balige

Wali Kelas Tahun 1999 – 2006
2.       Pembina Bahasa dan Sastra /Mading Tahun 2000 – 2008
3.       Koordinator Program Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional Tahun 2007 – sekarang
4.       Wakil Kepala Sekolah Urusan Humas Tahun 2008 – 2010
5.       Wakil Kepala Sekolah Urusan Perencanaan dan Program – sekarang
6.       Anggota Panitia PSB Tahun 2004
        Sekretaris Panitia Natal SMA Negeri 2 BSalige Tahun 2005 
S     Sekretaris Panitia MOS Tahun 2007

Pengalaman Organisasi

  1. Ketua Departemen Komunikasi dan Informasi Forum Komunikasi Guru Kabupaten Toba Samosir Tahun 2003 – 2008
  2. Ketua MGMP Bahasa Indonesia SMA Tahun 2007 S.d 2009
  3. Sekretaris Punguan Toga Samosir Boru Bere Balige Sekitarna Tahun 3003 – 2011
  4. Sekretaris Lembaga Koor Ama HKBP Soposurung Tahun 2003 – Sekarang
  5. Sekretaris Lembaga Marturia HKBP Soposurung Tahun 2008 – 2009
  6. Sekretaris Panitia Pembangunan HKBP Soposurung Tahun 2010 – sekarang
  7. Ketua Bidang Seni Sastra Dewan Kesenian Kabupaten Toba Samosir Tahun 2009 – Sekarang

Keikutsertaan dalam Forum Ilmiah



1.       Pemakalah dalam kegiatan Forum Ilmiah Lingkungan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007
2.       Peserta Seminar Pendidikan bertema “ Menggagas Pendidikan Alternatif Bervisi Profetik Menuju Masyarakat beretika Oleh Lembaga Pendidikan Pembinaan Profesi dan Karier Tenaga Edukatif (LP3KTE) Yogyakarta Tahun 2001
3.       Peserta Seminar Pendidikan dalam rangka Gerakan Peduli Pendidikan Bonapasogit Oleh Paryasop Tahun 2005
4.       Panitia Dialog Interaktif Masalah Pendidikan Oleh Forum Komunikasi Guru Toba Samosir Tahun 2005

Keikutsertaan dalam Forum Ilmiah

    Pemakalah dalam kegiatan Forum Ilmiah Lingkungan Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007
2.       Peserta Seminar Pendidikan bertema “ Menggagas Pendidikan Alternatif Bervisi Profetik Menuju Masyarakat beretika Oleh Lembaga Pendidikan Pembinaan Profesi dan Karier Tenaga Edukatif (LP3KTE) Yogyakarta Tahun 2001
3.       Peserta Seminar Pendidikan dalam rangka Gerakan Peduli Pendidikan Bonapasogit Oleh Paryasop Tahun 2005
4.       Panitia Dialog Interaktif Masalah Pendidikan Oleh Forum Komunikasi Guru Toba Samosir Tahun 2005

Karya yang sudah milik umum


-->

1.       Cerpen “Bintang Skip” Tahun 1993 dimuat dalam colom fiksi Harian Waspada Medan
2.       Cerpen  “ Lelaki Serakah” Tahun 1993 Dimuat dalam kolom sastra Harian Analisa Medan
3.       Cerpen “Biang Benaran” Tahun 1993 Dimuat dalam kolom sastra Harian Analisa Medan
4.       Cerpen “Mama Tolong Anakmu” Tahun 1994 dimuat dalam kolom Remaja Harian Sinar Indonesia Baru Medan
5.       Cerpen “Pipi Ayah” Tahun 1997 diterbitkan Majalah Kartini Jakarta
6.       Cerpen Nyanyian Terakhir Diterbitkan Oleh Depdiknas dalam Buku Antologi Cerpen
7.       Cerpen “Surat Wasiat” Diterbitkan oleh Depdiknas dalam Buku Antologi Cerpen

Prestasi Akdemik


-->
  1.  Juara Harapan Lomba Menulis Artikel untuk Tingkat Mahasiswa Tahun 1995 yang diselenggarakan Perpustakaan Sumatera Utara
  2. Juara 1 Lomba menulis cerita pendek Tahun 1997, Penyelenggara  Dewan Kesenian Sumatera Utara
  3. Juara Harapan 1 Lomba Kreasi Menulis Modul Pendidikan Untuk Kelompok Guru SMU Se- Sumut Tahun 2000, Penyelenggara Yayasan ZPG Bekerja sama dengan Yayasan KEHATI Medan
  4. Finalis Lomba Menulis Artikel di Media Massa Tahun 2000, Penyelenggara Asosiasi  Percetakan dan Penerbit Media  Medan
  5. Finalis Lomba Menulis Cerita Pendek Tahun 2002, Penyelenggara Dirjen Dikdasmen DEPDIKNAS Jakarta
  6. Pemenang 3 Lomba Menulis Cerita Pendek Tahun 2003 yang diselenggarakan Dirjen Dikdasmen DEPDIKNAS Jakarta
  7. Pemenang 1 Lomba Menulis Cerita Pendek Tahun 2004 yang diselenggarakan oleh Dirjen Dikdasmen DEPDIKNAS Jakarta
  8. Pemenang 1 Seleksi Guru Berprestasi SMA/SMK Tingkat Kabupaten Toba Samosir Tahun 2008
  9. Pemenang 2 Lomba Menulis Blog Bertema Bahasa Indonesia Oleh PB DEPDIKNAS JAKARTA Tahun 2009
  10. Juara 1 Kepala Sekolah Berprestasi Tahun 2014 Tingkat Kabupaten Toba Samosir
  11. Juara 2 Kepala Sekolah berprestasi tingkat Kabupaten Toba Samosir

Pengalaman Mengajar


1.       Pembimbing / Tentor BT/BS Pasca Siswa Tahun 1994 – 1995
2.       Pembimbing / Tentor BT/BS  Medica Tahun 1995 – 1998
3.        Guru Tidak tetap di SMA kalam Kudus Medan Tahun 1996 – 1998
4.       Guru SMA Negeri 2 Balige Tahun 1998 – Sekarang
5.       Tutor Tidak Tetap Bahasa Indonesia Universitas Terbuka Wilayah Tapanuli Utara Tahun 1998 -1999
6.       Dosen  Tidak Tetap Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Terbuka Pokja Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007 - 2008
7.       Dosen Tidak Tetap Mata Kuliah Bahasa Indonesia Sekolah Tinggi Pastoral St. Bonavantura Medan Cabang Siborongborong Tahun 2009 – Sekarang
8.       Dosen Tidak Tetap Mata Kuliah Bahasa Indonesia Akademi Farmasi Arjuna Laguboti Toba Samosir SUMUT Tahun 2010 - sekarang

Pengalaman Mengajar


1.       Pembimbing / Tentor BT/BS Pasca Siswa Tahun 1994 – 1995
2.       Pembimbing / Tentor BT/BS  Medica Tahun 1995 – 1998
3.        Guru Tidak tetap di SMA kalam Kudus Medan Tahun 1996 – 1998
4.       Guru SMA Negeri 2 Balige Tahun 1998 – Sekarang
5.       Tutor Tidak Tetap Bahasa Indonesia Universitas Terbuka Wilayah Tapanuli Utara Tahun 1998 -1999
6.       Dosen  Tidak Tetap Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Terbuka Pokja Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007 - 2008
7.       Dosen Tidak Tetap Mata Kuliah Bahasa Indonesia Sekolah Tinggi Pastoral St. Bonavantura Medan Cabang Siborongborong Tahun 2009 – Sekarang
8.       Dosen Tidak Tetap Mata Kuliah Bahasa Indonesia Akademi Farmasi Arjuna Laguboti Toba Samosir SUMUT Tahun 2010 - sekarang

Pelatihan



  1. Peserta Pelatihan Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pola 100 jam Tahun 2003 di Balai Penataran Guru (BPG) Medan

  2. Peserta Penyuluhan Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar pola 50 jam Tahun 2003 di Balai Bahasa Medan

  3. Pelatihan Pendidikan Pembenahan Birokrasi, Infrastruktur, dan Menentukan Sasarna Pendidikan Indonesia Pola 95 Jam di Lembaga Pendidikan Pembinaan Profesi dan Karier Tenaga Edukatif (LP3KTE) Yogyakarta

  4. Peserta Peningkatan Apresiasi Sastra Melalui Bengkel Sastra Bagi Guru SLTA Negeri dan Swasta Pola 60 jam Tahun 2004 Pusat Bahasa Depdiknas Medan

  5. Peserta Workshop MGMP Mata Pelajaran Bahasa Indonesia pola 30 Jam tahun 2007 di Porsea oleh Dinas Pendidikan Provinsi Sumut

  6. Workshop Peningkatan Mutu PTK SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) Pola 50 Jam tahun 2008 di LPMP Sumatera Utara

  7. Workshop Pembinaan Guru dalam penyusunan karya tulis selama 2 hari tahun 2007 di Kabupaten Toba Samosir

  8. Workshop Pemanfaatan ICT dalam Pembelajaran untuk kelompok Master Teaching yang diselenggarakan Pustekkom Jakarta tahun 2008

  9. Workshop Pengelola RSBI Selama 3 hari Tahun 2008 di Bogor oleh Direktorat Pembinaan SMA

  10. Workshop KTSP selama 3 hari Tahun 2009 oleh Direktorat Pendidikan SMA di Tarutung

  11. Workshop Pengelola RSBI Selama 3 hari Tahun 2009 di Yogyakarta oleh Direktorat Pembinaan SMA

  12. Workshop Pengelola RSBI Selama 3 hari Tahun 2010 di Bogor oleh Direktorat Pembinaan SMA

  13. Workshop Peningkatan Mutu PTK SBI (Sekolah Bertaraf Internasional) Pola 50 Jam tahun 2010 Oleh Dinas Pendidikan Provinsi di Parapat

  14. Peserta Sosialisasi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Pelatihan


1.       Pembimbing / Tentor BT/BS Pasca Siswa Tahun 1994 – 1995
2.       Pembimbing / Tentor BT/BS  Medica Tahun 1995 – 1998
3.        Guru Tidak tetap di SMA kalam Kudus Medan Tahun 1996 – 1998
4.       Guru SMA Negeri 2 Balige Tahun 1998 – Sekarang
5.       Tutor Tidak Tetap Bahasa Indonesia Universitas Terbuka Wilayah Tapanuli Utara Tahun 1998 -1999
6.       Dosen  Tidak Tetap Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Terbuka Pokja Kabupaten Toba Samosir Tahun 2007 - 2008
7.       Dosen Tidak Tetap Mata Kuliah Bahasa Indonesia Sekolah Tinggi Pastoral St. Bonavantura Medan Cabang Siborongborong Tahun 2009 – Sekarang
8.       Dosen Tidak Tetap Mata Kuliah Bahasa Indonesia Akademi Farmasi Arjuna Laguboti Toba Samosir SUMUT Tahun 2010 - sekarang

Pendidikan


Pendidikan Formal
1.       Sekolah Dasar Negeri nomor 064567 Girsang Tamat,  Tahun 1978 - 1984
2.       SMP Negeri 2 Parapat, Tahun 1984-1987
3.       SPG Negeri Pematang Siantar Tahun 1987 - 1990
4.       IKIP Medan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Tahun 1992 – 1996