Aldon

Samosir

Aldon Samosir

Guru dari Kampoeng

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 21 Oktober 2011

LANGKAH AWAL DALAM PEMBUATAN KARYA TULIS ILMIAH


Suatu karya tulis ilmiah berkaitan dengan suatu karya tulis yang dihasilkan dari suatu penelitian yang merupakan hasil temuan seseorang yang dibuat berdasarkan suatu metode penelitian tertentu yang dilakukan sebagai suatu upaya untuk mendapatkan suatu kebenaran.
Prof. Soerjono Soekanto menjelaskan bahwa pada umumnya manusia memiliki sifat untuk mencari kebenaran, dimana dalam usahanya untuk mencari kebenaran tersebut, manusia dapat menempuh berbagai macam cara, baik yang dianggap sebagai usaha yang tidak ilmiah, maupun yang dapat dikualifikasikan sebagai kegiatan ilmiah. Di kalangan masyarakat ilmiah dalam hal ini dunia pendidikan tinggi, hampir dapat dipastikan akan bersinggungan dengan kegiatan penulisan karya tulis ilmiah. Namun seringkali sebagian orang membayangkan akan adanya hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam mengawali serta membuat suatu karya tulis ilmiah. Perasaan sulit untuk mengawali dan menentukan suatu karya tulis ilmiah tersebut, sering kali dialami oleh banyak mahasiswa. Meskipun tidak menutup kemungkinan banyak pihak lain yang mengalami hal yang sama. Sangat disayangkan apabila asumsi bahwa membuat karya tulis ilmiah adalah sulit, dijadikan alasan bagi mahasiswa maupun banyak pihak untuk menghindari membuat suatu karya tulis ilmiah.
Apabila ditelusuri lebih lanjut, dapat dipahami bahwa dalam pembuatan suatu karya tulis ilmiah akan lebih mudah apabila seseorang terlebih dahulu mencoba untuk mengetahui langkah awal apakah yang harus dilakukan olehnya. Artinya Seseorang harus menentukan langkah awal dalam membuat suatu karya tulis ilmiah. Langkah awal yang dimaksud adalah dengan berupaya mengetahui mengenai latar belakang munculnya keinginan untuk membahas suatu permasalahan, kemudian mencoba merumuskan masalah serta menentukan tujuan dari dilakukannya penelitian terhadap permasalahan tersebut.
Dengan demikian, perlu untuk diketahui lebih lanjut, kiat atau upaya apakah yang perlu diketahui dalam menentukan latar belakang, merumuskan masalah hingga menetapkan tujuan penelitian tersebut, sehingga dapat mempermudah seseorang untuk menentukan langkah awalnya dalam membuat atau menulis suatu karya tulis ilmiah.

Hal-Hal Penting yang Perlu Diketahui Sebelum Memulai Pembuatan Suatu Karya Tulis Ilmiah.

Sebelum membahas secara teori, perlu untuk diketahui adanya beberapa hal yang menjadi perhatian utama dalam memulai pembuatan suatu karya tulis ilmiah, diantaranya:
  1. Penulis harus melakukan beberapa kegiatan sebelum membuat suatu tulisan ilmiah, diantaranya menentukan tema yang akan dijadikan patokan dalam menulis sekaligus melakukan penggalian data awal.
  2. Mencoba menganalisis data awal yang diperoleh pada kegiatan sebelum menulis sehingga dapat dijadikan suatu latar belakang yang baik bagi pembuatan karya tulis ilmiah tersebut.
  3. Merumuskan masalah berdasarkan latar belakang tersebut.
  4. Menentukan tujuan, manfaat maupun ruang lingkup tulisan, dan pada akhirnya merumuskan atau menentukan judul tulisan yang mewakili permasalahan yang akan dibahas.

Ad.1. Kegiatan yang perlu dilakukan sebelum membuat tulisan ilmiah.

            Langkah pertama yang harus dilakukan seseorang apabila hendak menulis suatu tulisa ilmiah adalah menentukan tema dari suatu tulisan tersebut. Ada kalanya dalam mengikuti suatu lomba karya tulis ilmiah, tema tulisan telah ditentukan oleh panitia  lomba. Apabila telah ditentukan, akan lebih mengarahkan si penulis dalam membuat suatu karya ilmiah. Sebaliknya, apabila belum ditentukan tema tulisan seperti dalam hal penulisan skripsi, maka penulis mendapat kebebasan dalam menentukan sendiri tema tulisan yang disukainya ataupun yang lebih dimengerti olehnya. 
            Langkah berikutnya, apabila telah ditentukan tema yang akan diteliti, maka penulis harus melakukan penggalian data awal dengan cara mencari informasi mengenai tema yang akan diteliti atau ditulis. Prof. Suharsimi Arikunto menjelaskan ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk mengumpulkan informasi, yakni didasarkan pada 3 obyek yang berupa tulisan-tulisan dalam kertas (paper), manusia (person) dan tempat (place). Untuk mempermudah mengingatnya dapat disingkat Tiga P (Three P).
            Adapun yang dimaksud dengan Tiga P tersebut adalah :
  1. Paper : membaca dokumen, buku-buku, majalah,surat kabar atau bahan tertulis lainnya, baik berupa teori, laporan penelitian atau penemuan sebelumnya.
  2. Person : bertemu, bertanya dan berkonsultasi dengan para ahli atau manusia sumber.
  3. Place : Tempat, lokasi atau benda-benda disekitar yang terdapat di tempat penelitian. Artinya melihat dan mengamati fakta yang ada disuatu tempat atau lingkungan sekitar.  
 Biasanya, berdasarkan ketiga obyek tersebut (tidak harus ketiga obyek tersebut, karena mungkin saja hanya melalui salah satu obyek dari Tiga P tersebut seseorang mendapatkan data awal yang dianggapnya cukup), seorang penulis dapat menggali data yang diperlukan dalam memulai suatu penulisan karya ilmiah. Akan sangat sulit bagi seseorang untuk menulis suatu karya ilmiah jika tidak memiliki data awal yang akan dipaparkan dalam bagian latar belakang, hal ini dikarenakan data awal akan menunjukkan betapa pentingnya suatu tulisan tersebut sehingga menggambarkan suatu latar belakang yang menjadi dasar dalam merumuskan suatu permasalahan.

Ad.2. Menganalisis data awal untuk dijadikan latar belakang tulisan.

            Data awal yang didapat melalui pengumpulan informasi berdasarkan obyek tertentu, (dalam hal ini baik melalui Paper, Person ataupun Place), kemudian dicoba untuk dianalisis. Apabila masuk ke tahap ini, maka untuk mempermudah menganalisisnya, perlu ditentukan bahwa data awal tersebut dapat dibagi menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
            Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari masyarakat. Biasanya merupakan fakta, fenomena, kasus yang didapat langsung dari lapangan, termasuk informasi langsung dari masyarakat, kebiasaan yang muncul dihadapan penulis, ataupun kasus hukum yang terjadi disekitar. Singkatnya merupakan suatu data yang belum diolah.
            Sedangkan data sekunder merupakan data yang telah diolah, mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian  termasuk dokumen pribadi dan data sekunder yang bersifat publik seperti data arsip dan data resmi lainnya.
             Apabila kedua data telah ditentukan, maka langkah berikutnya adalah menganalisis dengan cara melakukan perbandingan, mencari hubungan atau korelasi antar data ataupun mencari kesenjangan antara data yang didapat. Sistem menganalisis ini tidak terlepas dari logika berpikir yang digunakan oleh si penulis, apakah akan menggunakan logika deduktif (dari luas ke sempit) atau secara induktir (dari sempat ke luas). Apabila telah ditentukan logika berpikirnya, akan mempermudah pula dalam menganalisis. Setelah dianalisis, biasanya akan muncul motivasi dari si penulis serta alasan dipilihnya tema permasalahan tersebut. Pada akhirnya, diujung penulisan latar belakang, akan dijelaskan harapan yang ingin dicapai oleh seorang penulis melalui karya ilmiah tersebut.
            Berikut gambaran membuat latar belakang berdasarkan logika berpikir yang dipilih untuk digunakan oleh si penulis :
 


Skema membuat latar belakang
Logika berpikir yang digunakan 
 Deduktif                                                                                               Induktif
(dari luas ke sempit)                                                                  (dari sempit ke luas)
(dari teori ke fakta)                                                                   (dari fakta ke teori)

 Membuat pemaparan                                                                Membuat pemaparan
Secara teoritis                                                                           berdasarkan fakta
(dari UU dll)                                                                             atau kasus
 pemaparan berupa                                                                    pemaparan secara
kasus, fenomena                                                                       teoritis (UU & teori2)         
                                                     Ada analisis
Memuat motivasi (motif) si peneliti serta alasan memilih variabel judul 
Menjelaskan harapan yang ingin dicapai


           


Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa dalam membuat suatu latar belakang perlu diketahui beberapa hal berikut ini :
  1. Latar belakang merupakan suatu gambaran ringkas tema dari penelitian atau tema tulisan.
  2. Latar belakang dapat dibuat dengan mendasarkan pada kenyataan yang terjadi dilapangan, berupa fenomena, kasus, data dan fakta (Das sein) serta berdasarkan keadaan yang sebaiknya atau seharusnya terjadi menurut teori atau peraturan (Undang-Undang) yang berlaku.
  3. Latar belakang harus memuat motivasi penulis yang dibuat setelah membandingkan dan menganalisis ke dua hal tersebut pada point 2.
  4. Latar belakang juga harus menjelaskan alasan memilih tema dan judul tulisan, baik alasan sesuai bidang ilmi maupun berdasarkan faktor yang menarik dari permasalahan tersebut.
  5. Latar belakang juga harus memaparkan hal yang diharapkan untuk didapat dari hasil tulisan atau penelitian tersebut.
 
Ad.3. Merumuskan masalah berdasarkan latar belakang.
             Prof. Soerjono Soekanto menyatakan bahwa suatu masalah sebenarnya merupakan suatu proses yang mengalami halangan didalam mencapai tujuannya. Biasanya halangan tersebut hendak diatasi, dan hal inilah yang antara lain menjadi tujuan suatu suatu penelitian. Meskipun demikian, dalam pemilihan masalah tetap perlu memperhatikan beberapa hal, diantaranya :
  1. Kemampuan penulis, dalam hubungannya dengan penguasaan teoritis dan metodologis.
  2. Fasilitas yang tersedia, terutama dana dan waktu
  3. Kemungkinan memperoleh data yang ada harus kuat.
  4. apakah masalah yang hendak diteliti itu penting dan berfaedah bagi negara, masyarakat dan ilmu pengetahuan.
 
Secara garis besar, merumuskan permasalahan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Antara lain :
  1. Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai.
    1. Permasalahan dibuat untuk mengetahui atau mendeskripsikan suatu fakta, fenomena atau peristiwa hukum.
    2. Permasalahan dibuat untuk mencari hubungan antara dua hal atau dua fenomena maupun data.
    3. Permasalahan dibuat dengan cara membandingkan kedua hal atau fenomena maupun data yang ada.
  2. Berdasarkan teori dasar hukum.
Untuk merumuskan masalah di bidang hukum, biasanya akan lebih mudah apabila lebih ditujukan untuk mempermasalahkan atau menentukan “bagaimana” atau “mengapa”  subyek hukum, obyek hukum (hak dan kewajiban), hubungan hukum, peristiwa hukum maupun akibat hukum terhadap fakta ataupun teori yang ditemukan pada data awal.
  1. Cara lain yang lebih sederhana, yaitu dengan cara mempertemukan antaran :
    1. Das sollen dengan das sollen (teori dengan teori)
    2. Das Sein dengan das sollen (fakta dengan teori)
    3. Das Sein dengan das sein (fakta dengan fakta).

Berikut ini contoh menggunakan cara yang sederhana dalam mengidentifikasikan suatu permasalahan sekaligus merumuskan suatu masalah dengan berdasarkan data awal yang telah dikumpulkan sebelumnya.

 Contoh  1.
Diringkas dari skripsi milik Ainal Ikram (Mahasiswa Fakultas Hukum Unsri Angkatan 1998)  dengan judul : Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Hak atas Domain Name ditinjau dari aspek HaKI.
 
















IDENTIFIKASI PERMASALAHAN:
 Banyaknya kasus yang menyalahgunakan penggunaan domain name mengindikasikan bahwa nama domain merupakan obyek hukum yang harus dilindungi, terutama sebagai hasil karya intelektual manusia, maka perlu perlindungan hukum melalui HaKI















Contoh 2
Diringkas dari Karya ilmiah milik Agus Kurniawan (Mahasiswa Fakultas Hukum Angkatan 1999) dengan Judul : Perlindungan Rempah-Rempah Indonesia dari Praktek Biopiracy menurut sistem hukum HaKI
 

























            Adapun hal-hal yang berkaitan dengan perumusan masalah ini, maka kiat yang perlu diperhatikan dalam membuat atau merumuskan masalah, antara lain :
  1. Perumusan masalah merupakan rangkaian kata yang membentuk kalimat yang mengungkapkan pilihan masalah (kesenjanagan antara data yang dimiliki) yang diambil oleh penulis untuk diteliti.
  2. Gunakan kata-kata yang sederhana dengan konsep yang jelas, tidak mengandung makna ganda dan tidak bombastis
  3. Gunakan kata tanya yang efektif, tidak wajib menggunakan tanda tanya dibelakang kalimat.
  4. Perumusan masalah harus sesuai dengan tema, fokus dan variabel tulisan, jangan melebar.
  5. Sudut pandang ilmu yang dikaji jelas terlihat pada rumusan masalah tersebut.

Apabila masih mengalami kesalahan dalam merumuskan masalah, maka hal tersebut mungkin terjadi dikarenakan :
  1. Mengumpulkan data tanpa perencanaan yang terinci
  2. Mengambil data yang sudah tersedia dan berusaha untuk memaksakan perumusan masalahnya.
  3. Merumuskan tujuan secara umum dan meragukan sehngga interprestasi hasil dan kesimpualn tidak sahih (valid).
  4. Tidak menyebutkan batasan (limitation) dalam pendekatannya, baik diungkapkan secara eksplisit maupun implisit, yang berguna untuk membatasi kesimpulan dan penerapannya pada situasi lain.

Ad.4. Menentukan tujuan, manfaat maupun ruang lingkup suatu tulisan.

            Apa yang hendak dicapai dalam suatu penelitian maupun tulisan, hendaknya dikemukakan dengan jelas dan tegas. Perlu pula diingat bahwa antara masalah, tujuan dan kesimpulan yang kelak diperoleh harus sikron. Artinya tujuan dibuat berdasarkan rumusan permasalahan, dan ini berkaitan erat dengan kesimpulan yang ingin dibuat.
            Jika masalah dirinci menjadi 4 (empat) hal maka tujuan penelitian harus meliputi keempat hal tersebut dan pada akhirnya dari keempat hal tersebut akan diperoleh kesimpulan yang meliputi keempat hal tersebut.[11]
Selanjutnya terhadap manfaat yang hendak dicapai, perlu diketahui bahwa manfaat harus dibuat dengan memperhatikan dua aspek yaitu aspek teoritis ( manfaat yang timbul dari penelitian bagi ilmu yang dikaji) dan aspek praktis (manfaat yang timbul dari penelitian melalui aplikasi ilmu yang bersaangkutan seperti ditujukan kepada pemerintah, atau instansi maupun masyarakat yang bersangkutan secara khusus).
Manfaat tulisan dapat berfungsi untuk membantu merumuskan saran pada penelitian atau karya tulis, karena melalui manfaat, penulis mempunyai batasan terhadap apa yang menjadi solusi bagi permasalahan. 
Sementara penentuan ruang lingkup sangat dibutuhkan, terutama apabila judul yang dibuat terlalu singkat, ataupun motif dari penuis masih abstrak. Diharapkan melalui penentuan ruang lingkup ini akan mempermudah si penulis dalam menentukan ruang gerak serta batasan pembahasan agar tidak melebar dari tujuan penulisan.

Demikianlah 4 (empat) hal yang dapat dijadikan pedoman, kiat ataupun cara untuk menentukan langkah pertama dalam membuat suatu tulisan ilmiah. Apabila si penulis telah mampu menentukan langkah awal tersebut, barulah dapat ditarik suatu variabel yang mewakili latar belakang maupun rumusan masalah dan tujuannya, yang dikenal sebagai Judul Tulisan. Meskipun secara teori, judul harus ditulis paling duluan, namun secara praktek, munculnya judul dapat dibuat belakangan setelah si penulis dapat menentukan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penulisan.
Hal-hal yang mungkin perlu diperhatikan dalam menentukan judul adalah :
  1. Judul penelitian dibuat harus menggambarkan atau mewakili permasalahan, dapat dirumuskan secara ringkas singkat dan jelas atau dapat pula selengkap mungkin.  Judul yang ditulis lengkap dimungkinkah apabila benar-benar ingin mewakili permasalahan. Secara garis besar, judul penelitian yang lengkap adalam mencakup :
    1. Sifat dan jenis penelitian
    2. Obyek yang diteliti
    3. Subyek penelitian
    4. Lokasi atau daerah penelitian.
  2. Judul harus menggambarkan pentingnya masalah yang akan diangkat..
  3. Judul harus menarik minat pembaca
  4. Judul harus memuat variabel-variabel yang mendukung, melengkapi atau dapat pula mandiri.

Apabila  telah berhasil menjalani langkah awal ini, kemudian berhasil menentukan judul yang tepat, maka penulis dapat menggunakan latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penulisan yang telah dibuat dan ditentukan untuk menggunakan metode penelitian yang tepat guna mendapatkan jawaban atas rumusan permasalahan tersebut.
Patut pula untuk diingat, bahwa dalam menentukan tulisan yang akan dibuat, si penulis harus tetap memperhatikan beberapa hal berikut ini :
1.        Tulisan harus asli atau original. Bukan jiplakan dari milik orang lain, dan harus jujur dalam mencantumkan kutipan yang digunakan selama penulisan.
2.        Tema tulisan merupakan minat utama dari si penulis. Hal ini untuk mempermudah meningkatkan semangat serta memunculkan motivasi yang kuat guna menyelesaikan penulisan hingga dicapai apa yang diinginkan.
3.        Tulisan tersebut mempunyai manfaat, baik bagi si penulis maupun secara umum (keilmuan).
4.        Penelitian mengenai tema tulisan tersebut harus dapat dilaksanakan (bukan hal yang mustahil untuk diteliti atau tidak terlalu menyulitkan bagi si penulis)
5.        Penelitian dapat dilaksanakan, tergambar atau terlihat dari ada tidaknya faktor yang mendukung, seperti fasilitas kepustakaan, informan, maupun birokrasi yang akan dihadapi.

C. Kesimpulan
            Berdasarkan apa yang telah dibahas sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk mempermudah dalam menulis suatu karya tulis ilmiah maka seorang penulis harus dapat menentukan langkah awal yang harus diambil dalam memulai suatu tulisan, yakni penulis harus melakukan beberapa kegiatan sebelum membuat suatu tulisan ilmiah, diantaranya menentukan tema yang akan dijadikan patokan dalam menulis sekaligus melakukan penggalian data awal, kemudian menganalisis data awal yang diperoleh pada kegiatan sebelum menulis sehingga dapat dijadikan suatu latar belakang yang baik bagi pembuatan karya tulis ilmiah tersebut. Selanjutnya merumuskan masalah berdasarkan latar belakang tersebut. Terakhir menentukan tujuan, manfaat maupun ruang lingkup tulisan, dan pada akhirnya merumuskan atau menentukan judul tulisan yang mewakili permasalahan yang akan dibahas.
            Apabila langkah awal tersebut telah dilaksanakan, maka akan lebih mudah bagi si penulis untuk menindaklanjuti penulisan karya ilmiahnya, dengan menentukan judul serta memperhatikan ketentuan dalam membuat suatu tulisan. Baru kemudian mencoba menentukan metode ilmiah yang bagaimanakah yang tepat digunakan terhadap latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penulisan yang telah ditentukan tersebut. 

Selasa, 13 September 2011

Mengoptimalkan Peran Sastra dalam Pembentukan Karakter Bangsa

Lustantini Septiningsih (diktip dari laman Badan Bahasa)
 
Sikap hidup pragmatis dari sebagian besar masyarakat Indonesia dewasa ini mengakibatkan terkikisnya nilai luhur budaya bangsa. Demikian pula budaya kekerasan dan anarkisme sosial turut memperparah kondisi sosial budaya bangsa Indonesia. Nilai kearifan lokal (local wisdom) yang santun, ramah, saling menghormati, arif, dan religius seakan terkikis dan tereduksi gaya hidup instan dan modern. Masyarakat sangat mudah tersulut emosinya, pemarah, brutal, kasar, dan vulgar tanpa mampu mengendalikan hawa nafsunya, seperti perilaku para demonstran yang membakar kendaraan atau rumah, merusak gedung, serta berkata kasar, dalam berunjuk rasa yang ditayangkan di televisi. Fenomena itu dapat menjadi representasi melemahnya karakter bangsa ini, yang terkenal ramah, santun, berpekerti luhur, dan berbudi mulia.
Sebagai bangsa yang beradab dan bermartabat, situasi yang demikian itu jelas tidak menguntungkan bagi masa depan bangsa, khususnya dalam melahirkan generasi masa depan bangsa yang cerdas, bijak, terampil, cendekia, berbudi pekerti luhur, berderajat mulia, berperadaban tinggi, dan senantiasa berbakti kepada Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena itu, dibutuhkan paradigma pendidikan kejiwaan yang berorientasi pada karakter bangsa, yang tidak sekadar memburu kepentingan kognitif (pikir, nalar, dan logika), tetapi juga memperhatikan dan mengintegrasi persoalan moral dan keluhuran budi pekerti. Hal itu sejalan dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yaitu fungsi pendidikan adalah mengembangkan kemampuan dan membangun watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan kejiwaan yang berorientasi pada pembentukan karakter bangsa itu dapat diwujudkan melalui pengoptimalan peran sastra. Untuk membentuk karakter bangsa ini, sastra diperlakukan sebagai salah satu media atau sarana pendidikan kejiwaan. Hal itu cukup beralasan sebab sastra mengandung nilai etika dan moral yang berkaitan dengan hidup dan kehidupan manusia. Sastra tidak hanya berbicara tentang diri sendiri (psikologis), tetapi juga berkaitan dengan Tuhan (religiusitas), alam semesta (romantik), dan juga masyarakat (sosiologis). Sastra mampu mengungkap banyak hal dari berbagai segi. Banyak pilihan genre sastra yang dapat dijadikan sarana atau sumber pembentukan karakter bangsa.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:623) menjelaskan bahwa karakter adalah sifat atau ciri kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak. Karakter merupakan nilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Karakter juga merupakan cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas setiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa, maupun negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang mampu membuat suatu keputusan dan siap mempertanggungjawabkan setiap akibat dari keputusan yang dibuatnya. Berkaitan dengan karakter, Saryono (2009:52—186) mengemukakan bahwa genre sastra yang dapat dijadikan sarana untuk membentuk karakter bangsa, antara lain, genre sastra yang mengandung nilai atau aspek (1) literer-estetis, (2) humanistis, (3) etis dan moral, dan (4) religius- sufistis-profetis. Keempat nilai sastra tersebut dipandang mampu mengoptimalkan peran sastra dalam pembentukan karakter bangsa.
Genre sastra yang mengandung nilai literer-estetis adalah genre sastra yang mengandung nilai keindahan, keelokan, kebagusan, kenikmatan, dan keterpanaan yang dimungkinkan oleh segala unsur yang terdapat di dalam karya sastra. Dalam idiom estetis Jawa Kuno, genre sastra yang mengandung nilai literer-estetis disebut kalangwan (Zoetmulder, 1985). Karya sastra klasik atau karya sastra yang menjadi sastra kanon (belle lettres) mengandung nilai literer-estetis. Misalnya, puisi Taufiq Ismail (2008a) yang terkumpul dalam Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit 1 Himpunan Puisi 1953—2008 mengandung nilai literer-estetis dengan seperangkat peranti puitis (diksi, rima, alur, gaya, majas, tema, dan amanat) yang terpadu secara baik. Dengan nilai literer-estetis yang termuat dalam sastra kanon tersebut, diharapkan karakter bangsa yang terbentuk adalah insan Indonesia yang memiliki rasa keindahan, ketampanan, dan keanggunan dalam berpikir, berkata, dan berperilaku sehari-hari.
Genre sastra yang mengandung nilai humanistis adalah genre sastra yang mengandung nilai kemanusiaan, menjunjung harkat dan martabat manusia, serta menggambarkan situasi dan kondisi manusia dalam menghadapi berbagai masalah. Kisah klasik Ramayana dan Mahabarata, misalnya, menyajikan berbagai pengalaman hidup manusia, seperti tragedi, maut, cinta, harapan, loyalitas, kekuasaan, makna dan tujuan hidup, serta hal yang transendental. Nilai kemanusiaan yang begitu tinggi dalam karya sastra klasik tersebut sering ditulis ulang (direproduksi) oleh penulis kemudian. Novel Anak Bajang Menggiring Angin karya Sindhunata (1983) dan Kitab Omong Kosong karya Seno Gumira Aji Darma (2004) ditulis berdasarkan kisah Ramayana yang penuh nilai kemanusiaan tersebut. Kehadiran karya sastra semacam itu diharapkan dapat membentuk kearifan budaya bangsa Indonesia yang memiliki rasa perikemanusiaan yang adil, beradab, dan bermartabat.
Genre sastra yang mengandung nilai etis dan moral dalam karya sastra mengacu pada pengalaman manusia dalam bersikap dan bertindak, melaksanakan yang benar dan yang salah, serta bagaimana seharusnya kewajiban dan tanggung jawab manusia dilakukan. Sudah sejak dahulu karya sastra diperlakukan sebagai wahana penyimpan dan perawat nilai etis dan moral, misalnya Ramayana, Mahabarata, Wulangreh (Pakubuana IV), Wedhatama (Mangkunegara IV), dan Kalatidha (R.Ng. Ranggawarsito), sudah dianggap sebagai penyimpan dan perawat norma etis dan moral yang ideal bagi masyarakat. Simpanan dan rawatan norma etis dan moral tersebut dapat dijadikan wahana pembentukan karakter bangsa yang lebih mengutamakan etika dan moral dalam bersikap dan bertindak sehari-hari.
Sastra religius-sufistis-profetis adalah genre sastra yang menyajikan pengalaman spiritual dan transendental. Genre sastra yang demikian itu telah lama ada sehingga Mangunwijaya (1982) menyatakan bahwa pada awalnya semua karya sastra adalah religius. Semua sastra pada awalnya digunakan sebagai sarana berpikir dan berzikir manusia akan kekuasaan, keagungan, kebijaksanaan, dan keadilan Tuhan yang Maha Esa. Kerinduan manusia kepada Tuhan, bahkan hubungan kedekatan manusia dengan Tuhan, telah lama ditulis dalam karya sastra para sufi, seperti Hamzah Fansuri, Nuruddin Ar Raniri, Al Halaj, Amir Hamzah, Abdul Hadi W.M., Sutardji Calzoum Bachri, dan Danarto. Taufiq Ismail (2008b) dalam bukunya, Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit 4 Himpunan Lirik Lagu 1972—2008, telah menulis ratusan sajak religius-sufistis-profetis, termasuk 23 balada para nabi dan rasul, yang dinyanyikan oleh Bimbo, Haddad Alwi, Armand Maulana, Gita Gutawa, dan Chrisye. Kehadiran sastra tersebut dapat membentuk karakter bangsa Indonesia sebagai insan yang religius, penuh rasa berbakti, beriman, dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk menjadikan sastra sebagai pembentukan karakter bangsa, tidak serta-merta hal itu dapat terwujud. Untuk mengoptimalkan peran sastra tersebut, kemauan apresiator sangat menentukan keberhasilan. Apabila apresiator tidak memiliki kemauan, segan membaca dan mengapresiasi karya sastra, bahkan sekadar membaca dan setelah itu dilupakan, tentu sulit diharapkan sastra mampu secara optimal berperan membentuk karakter bangsa. Sebaliknya, apabila ada kemauan yang teguh dari seorang apresiator untuk berapresiasi secara total dan optimal, setelah sastra dibaca, lalu dipahami maknanya, dimengerti, dan selanjutnya dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari, tentu karakter bangsa akan terbentuk sesuai dengan nilai kebajikan yang termuat dalam sastra. Karakter bangsa yang diharapkan terbentuk adalah terjalinnya harmoni hubungan manusia dengan Tuhan, alam semesta, makhluk lain, dan dirinya sendiri.
Daftar Pustaka
Ajidarma, Seno Gumira. 2006. Kitab Omong Kosong. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Anoegrajekti, Novi et al. (Ed.). 2010. Idiosinkrasi: Pendidikan Karakter Melalui Bahasa dan Sastra. Jakarta-Yogyakarta: UNJ dan Kepel Press.
Damono, Sapardi Djoko. 1999. Politik Ideologi dan Sastra Hibrida. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Darma, Budi. 2004. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikian Nasional.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan. Jakarta.
--------. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. PT Gramedia Pustaka Utama.
Effendi, S. 1982. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta: Tangga Mustika Alam.
Ismail, Taufiq. 2008a. Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit 1 Himpunan Puisi 1953—2008. Jakarta: Majalah Sastra Horison.
--------. 2008b. Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit 4 Himpunan Lirik Lagu 1972—2008. Jakarta: Majalah Sastra Horison.
Mangunwijaya, Y.B. 1982. Sastra dan Religiusitas. Jakarta: Sinar Harapan.
Santosa, Puji. 1996. Pengetahuan dan Apresiasi Sastra dalam Tanya Jawab. Ende-Flores: Nusa Indah.
--------. 2003. Bahtera Kandas di Bukit: Kajian Semiotika Sajak-Sajak Nuh. Surakarta: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Santosa, Puji dkk. 2007. Menulis 2. Jakarta: Universitas Terbuka.
Saryono, Djoko. 2009. Dasar Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Elmatera Publishing.
Sindhunata, 1988. Anak Bajang Menggiring Angin. Jakarta: Kompas.
Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusastraan. Terjemahan Melani Budianta. Jakarta: Gramedia.

Sabtu, 03 September 2011

Lupakan Masa Lalu jika Itu Menyakitkan


Semua orang pasti pernah mengalami masa lalu, baik itu masa lalu yang sangat menyenangkan dan masa lalu yang sangat menyakitkan. Masa lalu yang menyakitkan sering membuat seseorang terauma akan sesuatu, karena hal yang menyakitkan itu akan terus terkenang dalam pikiran dan bayangannya, Apalagi masa lalu itu berkaitan dengan perasaan sakit hati dengan seseorang yang sangat dia sayang dan cintai.
Rasa hancur, rasa dendam dan rasa menderita akan terus menghampiri ingatan dan pikirannya, bahkan apabila yang mengalami itu ada seseorang yang menyinggung perasaanya padahal orang tersebut tidak sama sekali untuk menyinggung maka Emosinya akan segera meladak dan kebencianya akan kembali muncul  dan tanpa dia sadari justru hal itu malah akan menghancurkan dirinya sendiri.
Mengapa seseorang sangat susah untuk melupakan hal2 yang dulu telah menyakitkan hati dan perasaannya? Apakah begitu susah kita belajar memaafkan atas hal yang lalu ? apa kita akan membiarkan masa lalu yang menyakitkan itu terus mempengaruhi kehidupan kita? Sampai kapan baru bisa melupakan ?
Lupakanlah masa lalu yang menyakitkan dengan penuh keikhlasan , kerena dengan ikhlas kita bisa melupakan masa lalu dan buang semua hal2 yang bisa mengingatkan kita akan masa lalu. Dan mulailah dengan masa yang baru, masa yang akan kita jalani tanpa harus menoleh sedikitpun kebelakang dan ambil hikmahnya  / pengalaman2 lalu demi kebaikan masa sekarang., agar kita bisa tau bahkan mencegah agar pengalaman yang lalu tidak terjadi lagi dikehidupan kita sekarang.
Buang dan hancurkanlah masa lalu itu jangan ada sampai tersisa sedikitpun baik didalam benak maupun semua hal – hal yang masih disimpan yang berkaitan dengan masa lalu, jangan sampai  kita masih tetap berhubungan (berkomunikasi baik secara langsung maupun tak langsung) dengan orang yang dulu pernah kita cintai, hal itu selaian bisa membuat kita tak nyaman tapi bisa bisa membuat sakit hati pasangan hidup kita yang baru, kerena dengan kita tidak mau membuang semua hal yang berkaitan masa lalu itu sama artinya kita tidak mau melupakannya dan masih menyayanginya, karena secara tidak langsung kita telah menghianati pasangan hidup kita, karena pasangan kita pastilah berharap bahwa didalam benak dan pikiran pasangannya  hanya ada satu nama yaitu hanya dirinya seorang tanpa kecuali, kerena apabila itu masi kita lakukan itu sama artinya bom waktu yang setiap saat akan segera meledak dan menghancurkan semuanya.Kebohongan dan kemunafikan ibarat bangkai yang pasti akan tetap tercium meskipun kita sangat – sangat pandai untuk menutupinya