Aldon

Samosir

Aldon Samosir

Guru dari Kampoeng

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Kamis, 08 Februari 2018

Saatnya Berbagai Pengalaman Melalui Buku

Sore ini saya ditelepon seorang teman yang aku kenal sekitar 15 tahun yang lalu.  Hampir aku tidak mengingatnya. Dulu aku mengenalnya saat  Beliau masih seorang penulis pemula dengan karya-karya kecil sama halnya dengan saya. Tapi ternyata sekarang, namanya sudah begitu besar. Sudah menulis buku sebanyak 15 judul yang terdiri dari buku fiksi dan nonfiksi. Wah... ternyata aku sudah ketinggalan jauh dibanding dengannya.
Satu hal yang menarik dari percakapan kami hari ini bahwa dia mengajak saya  mengembangkan bakat menulis dengan menulis buku. “tidak zamannya lagi kita berkutat hanya di cerpen dan tulisan pendek-pendek Pak “ katanya meyakinkanku. Beliau berjanji akan membantu dan memfasilitasi saya untuk menerbitkan buku-buku yang saya tulis.
Mendengar itu, Tiba-tiba saja semangat menulis muncul dalam pikiranku. Paling tidak mulai terpikirkan.  Keiasaan-kebiasaan dahulu muncul dalam pikiranku. Bagaimana dulu tulisan-tulisanku ditolak sampai diberi imbalan oleh media massa. Bagaimana tulisan-tulisan yang awalnya tak bermakna bisa memenangkan beberapa lomba menulis. Semua akan bisa terjadi jika ada kemauan dan waktu memulai sampai mengakhiri.
Setelah 14 tahun terninabobokan dengan rutinitas yang kadang disebut orang pengabdian, Kini keinginan menulis itu kembali bergaung. Apa yang akan saya Tulis? “Tulislah yang dekat denganmu Don!” kata si kawan ketika aku bertanya bodoh sama beliau.
“Pengalaman sebagai guru selama 20 tahun sudah cukup banyak untuk ditulis!” katanya. Secepatnya aku membenarkan ucapannya. Memang,  pengalaman sebagai guru, sebagai orang tua, sebagai warga negara Indoneso menjadi modal yang sangat baik untuk berbagi pengalaman kepada semua orang. Apalagi belakanagan ini saya memiliki catatan harian yang sudah ratusan halaman,  itu tentu bisa dijadikan sebagai modal dasar sekaligus fakta empiris dalam tulisan. Pengalaman-pengalaman inipun harus dibagikan kepada orang lain.
Tekad untuk menulis buku sudah final. Janji sudah diucap. Sekarang saatnya mulai lagi berlatih mengasa potensi yang ada. Memberdayakan segala kemampuan yang ada. Menyiapkan kertas-kertas kosong untuk dipenuhi dengan huruf, kata, dan kalimat yang akan sering dicoret.

Sabtu, 03 Februari 2018

Sulitnya Melindungi Guru

Peristiwa meninggalnya Bapak Ahmad Budi Cahyono, guru SMAN 1 Torjun merupakan peristiwa yang sangat menyedihkan bagi profesi guru. Indikasi bahwa guru terancam dalam melaksanakan tugasnya. Saat guru sudah  terancam melaksanakan tugasnya, rasa peduli terancam pudar. Jika rasa peduli guru pudar, pendidikan kita berada dalam ancaman serius.
Pada tahun 2017 yang lalu Mendikbud baru saja mengeluarkan sebuah aturan perlindungan guru, yakni permendikbud nomor 10 tahun 2017. Hal yang mendasari karena maraknya kriminalisasi terhadap guru pada saat melaksanakan tugasnya. Dengan permendikbud ini, guru bisa terlindungi melaksanakan tugasnya. Lalu bagaimana fungsi aturan itu  bila nyawa guru sudah melayang seperti hal yang dialami Bapak Ahmada Budi Cahyono?
Apa yang dialami  Bapak Ahmad Budi Cahyono, Guru  mata pelajaran seni rupa di SMA Negeri 1 Torjun,  Sampang Madura,  peristiwa ironis yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.  Bapak Guru ini telah gugur akibat dianiaya oleh siswanya. Lalu apa yang dia dapatkan? Sebagai guru honorer  hampir dipastikan pendapatannya pas-pasan saja. Pendapatan yang pasa-pasan dengan resiko nyawa melayang, adalah sebuah pengorbanan yang tidak bisa dibandingkan dengan siapappun di negeri ini.
Bila kita cari informasi dari berbagai sumber, Bapak Guru Budi adalah guru yang baik dan memiliki sejumlah talenta seni. Kamis kemarin tanggal 1 pebruari 2018, ia mengajar di kelas XI. Pelajaran menggambar tengah dilakukan. Ada siswa yang  tak peduli, ia terus mengganggu teman-temannya,  bahkan kemudian bisa tidur seenaknya dalam kelas. Guru tak lagi dihargai. Bapak guru menegur kemudian menghukumnya, Siswa yang ditegur dan dihukum bukan jera melainkan merangsek Gurunya, memukuli kepala gurunya sendiri.  Akan terus ia pukuli jika teman-temannya tak melerai.
Tak sampai di situ, pulang sekolah, siswa yang dia didik dengan kasih sayang  itu,  menunggu bapak guru Budi dan kembali menganiaya.
Setiba di rumah,  Bapak Ahmad Budi Cahyono merasakan sakit kepalanya, makin menjadi.  Tak sadarkan diri kemudian. Keluarga membawanya ke RS Dr Sutomo, Surabaya. kemudian Bapak Ahmad Budi Cahyono berpulang. Diagnosis dokter mati batang otak.
Mengapa peristiwa ini bisa terjadi? Mungkinkah ini bias dari kekarasan, kebebasan, kesenangan menyebar hoax, perilaku suka fitnah, sifat egois, sifat serakah yang selama ini dipertontonkan para orang dewasa kepada anak-anak? Siapa yang salah?