ALDON SAMOSIR, S.Pd. Balige. Tanpa terasa, tahun 2008 hanya tinggal beberapa hari lagi. Banyak sudah peristiwa dan kejadian saling bergesek dan beradu, menemani keseharian kita, bagaikan mozaik kehidupan. Sudah banyak pula dalam setahun ini nilai-nilai kearifan dan kebajikan hidup menyusup melalui pori-pori kalbu kita.
Ada baiknya kita sejenak melakukan refleksi untuk menata hidup kita ke depan sambil menengok masa lalu. Rendra pernah bilang, kemarin adalah hari ini. Hari ini dan esok sama saja. Artinya, visi dan misi hidup kita ke depan perlu juga dikaitkan dengan masa lalu. Masa depan perlu kita rajut berdasarkan peristiwa hari ini.
Menjadi guru yang baik, datang tepat waktu, dan selalu wajib tabur pesona senyuman ketika membuka pintu ruang kelas. Hal ini penting bagi saya untuk mencairkan suasana tegang dan kaku yang menghinggapi wajah anak-anak. Saya juga terobsesi agar siswa didik saya bisa melebihi kehebatan gurunya. Juga berkeinginan untuk selalu menjalin interaksi dan komunikasi secara baik dengan teman-teman guru, baik yang satu sekolah, lain sekolah, lain kabupaten, atau lain provinsi, bahkan mungkin lain negara.
Tapi Apa mau di kata. Jika ada siswa dan teman saya membenarkan kesalahan dan menyalahkan kebenaran. Bukanlah hal yang mudah untuk memiliki kepekaan di dalam diri, yang akan menyensor bahwa perbuatan kita itu salah. Bahkan salah sekalipun, terkadang tiada daya untuk melepaskan diri dari cengkeramannya. Malahan yang muncul adalah sifat alamiah manusiawi untuk membela dirinya meskipun telah melakukan kesalahan.
Pembelaan akan kesalahan dengan alasan apa pun juga, itu sama dengan menjadikan yang salah itu benar. Setengah benar sama dengan salah. Didalam kebenaran, tidak ada kesalahan sama sekali. Kebenaran dan kesalahan, tidak memiliki kompromi jalan tengah.
Robin Hood atau Jaka Sembung merampok orang kaya untuk dibagikan kepada orang miskin. Ditagih hutang pertelepon, menyuruh anaknya menerima dan berkata bahwa ayahnya tidak di rumah. Kebiasaan melanggar lampu lalu lintas dengan alasan daripada terlambat. Daripada tidak lulus ujian, lebih baik menyontek. Dan masih banyak perilaku lainnya yang mengorbankan kebenaran hakiki dengan menegakkan kebenaran pribadi.
Bukanlah merupakan perilaku yang salah, jikalau semua orang ingin menegakkan kebenarannya masing-masing. Setiap kita memiliki kebebasan untuk bersikap dalam mempertahankan kehidupannya. Dengan keterbatasan yang dimiliki oleh manusia, selayaknya timbul kesadaran bahwa kebenaran yang dimilikinya juga tidak sempurna. Dan itu pun hanya bersifat fragmental, alias tidak lengkap.
Maka diperlukan suatu standar yang jelas antara bentuk dan sifat kebenaran. Memang ada beberapa kebenaran yang dimiliki secara alamiah oleh manusia. Itupun bisa bersifat universal. Kalau dibanggakan terus menerus, akan menjadi subyektif sekali. Padahal, itu cuma sepotong saja yang dimilikinya.