Kamis, 26 Januari 2023

Nilai-nilai Guru Penggerak

 Rokeach (dalam Abdul H., 2015), menyatakan bahwa nilai merupakan keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan tolok ukur pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Kehadiran nilai-nilai positif dalam diri seseorang akan membantu mereka mengambil posisi ketika berhadapan dengan situasi atau masalah, sebagai bahan evaluasi ketika membuat keputusan dalam kehidupan sehari-hari. 
Melihat peranan nilai sangat penting dalam kehidupan tingkah laku sehari-hari, maka rasanya penting bagi seorang Guru Penggerak untuk bisa memahami dan menjiwai nilai-nilai dari seorang Guru Penggerak. Guru Penggerak diharapkan untuk memimpin dan mengelola perubahan. Sebagai pemimpin perubahan, Guru Penggerak diharapkan mulai berlatih dan mengadopsi kebiasaan “berpikir sistem” sebagai pendekatan holistik yang berfokus pada bagaimana bagian-bagian penyusun sebuah ekosistem pendidikan saling terkait dan bagaimana bagian-bagian tersebut dari waktu ke waktu bekerja secara simultan dalam konteks lain atau sistem lain yang lebih besar. Dengan begitu, Guru Penggerak dapat lebih mendalam dan jernih dalam “memahami perubahan” yang sedang berjalan (atau dibawakan) terutama pada tataran strategis untuk menjawab pertanyaan “mengapa” yang menjadi alasan moral dan rasional, dan memiliki mentalitas untuk mewujudkan inisiatif perubahan menjadi nyata (make it happen mentality). 
Guru Penggerak yang paham akan perubahan berarti paham bahwa bersama perubahan, datang pula gangguan atau kekacauan. Akan ada perbedaan pendapat yang harus dipahami, didamaikan. Guru Penggerak perlu “membangun keselarasan atau koherensi” secara efektif untuk menuntun yang lain melampaui perbedaan dan menerima perbedaan yang muncul ke permukaan. Dengan demikian, Guru Penggerak juga akan mengadopsi mentalitas “berpikir berbasis aset” yang mengapresiasi dan memanfaatkan kekuatan atau sumberdaya yang telah dimiliki, bukan berkutat pada apa yang tidak dimiliki. 
Dengan demikian, dalam membawakan perubahan Bapak/Ibu diharapkan dapat beranjak dari keadaan diri yang kurang berkesadaran menuju ke diri yang berkesadaran penuh. Kesadaran penuh bersama lima keterampilan sosial-emosional (kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan relasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab dan beretika) yang memungkinkan bertumbuhnya pola pikir dan nilainilai yang diharapkan menubuh pada Guru Penggerak akan dipelajari lebih dalam di paket modul berikutnya (Modul 2.2 . Gambar 10 di bawah ini berupaya mengilustrasikan katakata kunci yang terkait dengan nilai-nilai guru penggerak: (1) berpihak pada murid, (2) reflektif, (3) mandiri, (4) kolaboratif, serta (5) inovatif. 

Gambar 11. Roda Nilai Guru Penggerak 

Nilai 1. Berpihak pada Murid 
Berpihak pada murid sebagai filosofi utama dari Ki Hadjar Dewantara. Nilai ini mensyaratkan Guru Penggerak untuk selalu bergerak dengan mengutamakan kepentingan murid. Sebagai bentuk keberpihakan tersebut, kita juga perlu menilik sejenak dokumen yang disetujui dan berlaku secara universal di dunia yang terkait dengan pendidikan anak, yaitu: Konvensi PBB tentang Hak-hak Anak atau United Nations Convention on the Rights of the Child (UN CRC) yang juga telah disetujui/diratifikasi oleh hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia melalui Keppres No. 36 Tahun 1990. Tujuan pendidikan anak secara universal cukup jelas dituliskan dalam pasal 29 ayat 1 UN CRC sebagai berikut: 
1. Negara-negara Pihak setuju bahwa pendidikan anak harus diarahkan untuk: 
(a) pengembangan kepribadian, bakat dan kemampuan mental dan fisik anak secara maksimal; 
(b) Pengembangan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan fundamental, dan untuk prinsip-prinsip yang diabadikan dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa;
(c) Pengembangan rasa hormat terhadap orang tua anak, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya anak itu sendiri, untuk nilai-nilai nasional dari negara tempat anak itu tinggal, negara dari mana ia mungkin berasal, dan untuk peradaban yang berbeda dengan milik mereka; 
(d) Penyiapan anak untuk kehidupan yang bertanggung jawab dalam masyarakat yang bebas, dalam semangat saling memahami, perdamaian, toleransi, kesetaraan jenis kelamin, dan persahabatan di antara semua orang, kelompok etnis, bangsa, dan agama, serta orang-orang asli; 
(e) Pengembangan rasa hormat terhadap lingkungan alam. 

Makna dari tujuan pendidikan pada pasal 29 ayat 1 UN CRC ini sangat dalam dan luas, melampaui teksualnya karena kesepakatan ini dihasilkan oleh seluruh ahli anak di dunia dengan latar-belakang ilmu yang beragam. Kesepakatan ini telah melingkupi 4 poin utama yakni perkembangan diri sendiri, penguatan identitas yang melingkupi anak, penghormatan HAM, dan penghormatan atas lingkungan. Poin penghormatan kepada HAM itu intrinsik dengan nilai universal manusia dan selaras dengan Sila 2 Pancasila. Penghormatan terhadap lingkungan alam, merupakan bentuk tanggung-jawab dan perwujudan filosofi Ki Hadjar Dewantara mengenai pendidikan anak yang selaras dengan kodrat alam dan kodrat zaman, mengingat persoalan lingkungan alam, perubahan iklim, perusakan lingkungan dan lain sebagainya akan semakin nyata di hari-hari depan anak-anak kita. 

Segala keputusan yang diambil oleh seorang Guru Penggerak harus didasari oleh semangat untuk memberdayakan dirinya serta memanfaatkan aset/kekuatan yang ada untuk menyediakan suasana belajar dan proses pembelajaran yang positif serta berkualitas bagi muridnya. Segala hal yang Guru Penggerak lakukan, harus bergeser dari pemuasan kepentingan diri sendiri, maupun pihak lain, menuju kepentingan pembelajaran murid. Guru Penggerak yang memiliki nilai ini, akan selalu berpikir mengenai pertanyaan utama yang mendahulukan muridnya, seperti: “apa yang murid butuhkan?”, “apa yang bisa saya lakukan agar suasana belajar dan proses pembelajaran ini lebih baik?”, “bagaimana saya dapat membuka lebih banyak kesempatan bagi anak untuk mewujudkan dunia yang mereka idamkan?”, dan lain-lain. 

Nilai 2. Mandiri 
Nilai Mandiri ini, secara sederhana menggambarkan semangat Guru Penggerak untuk terus belajar sepanjang hayat. Ini juga berarti seorang Guru Penggerak harus senantiasa memampukan dirinya sendiri dalam melakukan aksi serta berkenan mengambil tanggung jawab dan turun tangan untuk memulai perubahan. Guru Penggerak yang mandiri termotivasi untuk mengembangkan dirinya tanpa harus menunggu adanya pelatihan yang ditugaskan oleh sekolah, dinas, atau pihak lain. 

Seyogyanya, dalam membawakan perubahan yang positif, pendidik perlu memahami psikis-fisik-etis-estetis manusia dan pedagogis (pendidikan anak). Hal itu selaras dengan Ki Hadjar Dewantara yang menyatakan bahwa seorang guru harus menguasai lima ilmu yaitu: ilmu hidup batin (psikologis), ilmu hidup jasmani (fisiologis), ilmu kesopanan (etika), ilmu keindahan (estetika), dan ilmu pendidikan (pedagogis). Dengan demikian, Guru Penggerak harus secara sengaja merencanakan dan melakukan perbaikan diri sehingga makin menguasai dan makin ahli dalam apapun yang dianggap perlu untuk membawakan perubahan yang berpihak pada murid. Guru Penggerak yang mandiri memiliki daya lenting dan terpacu untuk memperhatikan kualitas kinerja dan hasil kerja mereka. Mereka beranjak dari “kekaburan dan ketidaktepatan” menuju “keelokan dan ketepatan” kualitas kinerja dan hasil kerja mereka. 

Nilai 3. Reflektif 
Nilai Reflektif layaknya adalah model mental yang diharapkan menubuh pada Guru Penggerak dimana mereka senantiasa memaknai pengalaman yang terjadi di sekelilingnya, baik yang terjadi pada diri sendiri maupun pihak lain secara positif-apresiatif-produktif. Proses mewujudkan Profil Pelajar Pancasila pada diri sendiri sebagai Guru Penggerak dan menuntun perwujudannya pada murid-murid merupakan perjalanan yang penuh dengan variasi pengalaman-pengalaman. Pengalaman-pengalaman ini boleh jadi akan menimbulkan kesan positif maupun negatif. Dengan mengamalkan nilai reflektif, Guru Penggerak memanfaatkan pengalaman-pengalaman tersebut sebagai pembelajaran untuk menuntun dirinya, murid, dan sesama dalam menangkap pembelajaran positif, sehingga mampu menjalankan perannya dari waktu ke waktu. 

Guru Penggerak yang memiliki nilai reflektif, memiliki daya saing yang tinggi karena mereka sadar akan hakikat persaingan. Mereka akan bersaing dengan potensi dan upaya diri mereka sendiri. Dengan begitu, mereka terus mengupayakan peningkatan efikasi dirinya, bagaimana mendorong dirinya untuk membuat pilihan-pilihan masuk akal dan bertanggung jawab untuk memperbaiki kualitas kinerja dan hasil kerjanya, serta bergeser dari dorongan perubahan diri yang sifatnya eksternal menuju penguatan dorongan diri yang bersifat internal. 

Guru Penggerak yang reflektif tidak hanya berhenti sampai rencana tindakan saja, mereka juga mengejawantahkannya lewat tindakan nyata sebagai perbaikan yang perlu dilakukan. Dalam konteks Pendidikan Guru Penggerak, Bapak/Ibu CGP harus menjadikan refleksi sebagai kebiasaan bukan sekedar sebagai tugas menyelesaikan tagihan materi. Refleksi yang baik dapat membantu mengubah pengalaman menjadi proses pembelajaran yang memberdayakan baik individu maupun kelompok dalam meningkatkan dan mengungkap potensi mereka. Sehingga refleksi harus menjadi kebutuhan. Guru Penggerak yang reflektif memperlakukan kegiatan refleksi ini secara pribadi, menuliskan kata demi kata yang memang bermakna dan membuat dirinya sendiri tulus bergerak, bukan sekedar untuk terlihat indah dan enak dibaca saja. 

Bacaan 4. Model Refleksi Model refleksi 4P Merupakan model pertanyaan yang bisa kita gunakan untuk memaknai pengalaman yang sudah pernah kita rasakan sebelumnya. Keempat langkah ini merupakan terjemahan dari 4F yang dikembangkan oleh Dr. Roger Greenaway (1991), yaitu: 
  •  Peristiwa (Facts): paparan objektif berdasarkan pengalaman nyata atas apa yang sejauh ini telah dialami. Contoh pertanyaan: apa kendala yang saya hadapi? apa hal baik yang saya alami dalam proses tersebut? apa yang saya lakukan dalam mengatasi kendala tersebut? apakah tindakan tersebut berhasil?
  • Perasaan (Feelings): apa yang dirasakan kini setelah mengikuti proses tersebut. Contoh pertanyaan: Apa yang saya rasakan ketika menghadapi kendala tersebut? ketika saya mencoba mengatasi kendala tersebut bagaimana perasaan saya? 
  • Pembelajaran (Findings): apa hal paling konkrit yang dapat diambil sebagai pembelajaran dan mungkin telah membawa makna baru. Contoh pertanyaan: apa yang saya pelajari dari proses ini? apa hal baru yang saya ketahui mengenai diri saya setelah proses ini? 
  • Penerapan ke depan (Future): apa hal yang dapat segera diterapkan baik sebagai individu. Contoh pertanyaan: apa yang bisa saya lakukan ke depannya dari pembelajaran dalam proses ini? pada aspek apa? Model refleksi 5M Model refleksi ini diadaptasi dari model 5R (Bain dkk. (2002) dalam Ryan & Ryan (2013)). 
5M terdiri dari langkah-langkah berikut: 
  • Mendeskripsikan (Reporting): menceritakan ulang peristiwa yang terjadi 
  • Merespon (Responding): menjabarkan tanggapan yang diberikan dalam menghadapi peristiwa yang diceritakan, misalnya melalui pemberian opini, pertanyaan, ataupun tindakan yang diambil saat peristiwa berlangsung. 
  • Mengaitkan (Relating): menghubungkan kaitan antara peristiwa dengan pengetahuan, keterampilan, keyakinan atau informasi lain yang dimiliki. 
  • Menganalisis (Reasoning): menganalisis dengan detail mengapa peristiwa tersebut dapat terjadi, lalu mengambil beberapa perspektif lain, misalnya dari teori atau kejadian lain yang serupa, untuk mendukung analisis tersebut. 
  • Merancang ulang (Reconstructing): menuliskan rencana alternatif jika menghadapi kejadian serupa di masa mendatang. 

Nilai 4. Kolaboratif
Nilai Kolaboratif berarti seorang Guru Penggerak mampu senantiasa membangun daya sanding. Mereka memperhatikan pentingnya kesalingtergantungan yang positif terhadap seluruh pihak pemangku kepentingan yang berada di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah (contoh: orang tua murid dan komunitas terkait) dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila, seorang Guru Penggerak akan bertemu banyak sekali pihak yang mampu mendukung pencapaian Profil Pelajar Pancasila. Guru Penggerak diharapkan mampu mengomunikasikan kepada semua pihak mengenai pentingnya keberpihakan pada murid. Guru Penggerak yang menjiwai nilai kolaboratif mampu membangun rasa saling percaya dan saling menghargai, serta mengakui dan mengelola kekuatan serta perbedaan peran tiap pemangku kepentingan di sekolah, sehingga tumbuh semangat saling mengisi, saling melengkapi. Semangat pembelajaran tim. Mereka beranjak dari laku yang terisolasi dan saling terpisah menuju laku yang terhubung oleh perhatian dan urgensitas yang sama dalam komunitasnya, dalam hal ini adalah kepentingan pembelajaran murid.

Nilai 5. Inovatif 
Makna dari nilai Inovatif adalah seorang Guru Penggerak mampu senantiasa memunculkan gagasan segar dan tepat guna. Dengan demikian, nilai inovatif ini juga mengisyaratkan penguatan semangat ko-kreasi (gotong-royong) dan pemberdayaan aset/kekuatan yang ada di sekolah untuk mewujudkan visi bersama. Di tengah perkembangan zaman, realitas situasi yang dihadapi pendidik pun semakin volatil (tidak dapat ditebak), tidak pasti, kompleks, ambigu (meragukan, kurang jelas, sehingga dalam menghadapinya cenderung kurang awas). 
Agar nilai inovatif muncul, maka diperlukan fleksibilitas (daya lentur) dari seorang Guru Penggerak. Mereka berkenan mengadopsi multiperspektif, mencari dan membuat alternatif, mengubahsuaikan gaya dan kecenderungan lama, untuk mewujudkan perubahan dan bergeser dari pandangan yang ego-sentris serta sempit menuju pandangan-pandangan alternatif dan luas. Guru Penggerak yang mempunyai nilai inovatif juga pantang menyerah (daya lenting) serta jeli melihat peluang/potensi yang ada di sekitarnya untuk mendukung dan meningkatkan kualitas pembelajaran murid.
x

0 comments: